Penyakit Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat.
Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015.
Bayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Klasifikasi
• Osteoporosis primer
Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui.
• Osteoporosis sekunder
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
-Cushing's disease
-Hyperthyroidism
-Hyperparathyroidism
-Hypogonadism
-Kelainan hepar
-Kegagalan ginjal kronis
-Kurang gerak
-Kebiasaan minum alkohol
-Pemakai obat-obatan/corticosteroid
-Kelebihan kafein
-Merokok
Penyebab
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Gejala
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala.
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun.
Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan.
Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Pederita
Sebagian besar penderita osteoporosis adalah wanita. Hal ini disebabkan oleh proses kehamilan dan menyusui.
Pada saat proses menyusui kadang kala si Ibu tidak mencukupi gizi dan nutrisi yang di butuhkan, misal nya asupan kalsium yang kurang.
Jika asupan kurang maka organ tubuh (dalam hal ini kelenjar susu). Akan mengambil dari cadangan makanan atau simpanan makanan. Jika dalam cadangan pun masih kurang. Maka kelenjar akan langsung mengambil nya dari bagian tubuh si Ibu.
Misal jika kekurangan kalsium dan Fosfor maka akan diambil langsung dari tulang si Ibu, inilah yang dikemudian hari menyebab kan osteoporosis.
Osteoporosis bisa di cegah dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium tinggi, seperti produk hewani (susu dan olahannya) serta produk nabati ( susu kedelai, tempe, tahu, dll).
http://www.organikdansehat.com/2011/07/osteoporosis.html#more
▼
Thursday, December 29, 2011
Thursday, December 1, 2011
Diabetes dan Penyakit Ginjal
ORGANISASI kesehatan dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 1985 terdapat 30 juta penderita diabetes di seluruh dunia. Sepuluh tahun kemudian, 1994, menimpa 110 juta jiwa. Dan kini WHO menyebutkan mencapai 194 juta jiwa. Diperkirakan pada th 2025 angka ini meningkat menjadi 228 juta.
Di Indonesia pada 1994 terdeteksi 2,5 juta penduduk terkena diabetes, sekarang sudah ada 5,6 juta penyandang dan pada 2020 nanti diperkirakan ada 8,2 juta penderita kencing manis.
Penderita mengalami komplikasi seperti : luka / gangren yang sering mengakibatkan harus menjalani amputasi (dipotong) pada bagian yang terkena, penyakit jantung koroner, stroke, gagal ginjal, mata : kebutaan, syaraf , kesemutan, nyeri pada kaki, impoten, mudah terkena infeksi.
Salah satu penyakit akibat diabetes adalah penyakit ginjal diabetik. Di Asia hampir 60% dari penyandang diabetes tipe 2 menderita nefropati diabetik. Begitu pula frekuensi hipertensi cukup tinggi sekitar 33%. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingginya tekanan darah pada diabetes dengan komplikasi ginjal dan kardio vascular (jantung & pembuluh darah).
Penderita diabetes dengan hipertensi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung koroner ataupun stroke. Sebagai faktor prediksi adanya komplikasi kardiovaskular dan ginjal pada diabetes-hipertensi adalah adanya mikro- albuminuria (adanya albumin/zat protein pada air kencing).
Gejala Klinik
Nefropati diabetik merupakan gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran glomerulus (selaput penyaring darah dalam ginjal). Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein, sehingga mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin/air kencing (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal.
Gangguan ginjal dapat menyebabkan fungsi ekskresi (membuang), filtrasi (menyaring) dan hormonal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, maka zat racun tertimbun. Tubuh pun menjadi bengkak dan dapat berisiko kematian.
Selain berfungsi sebagai ekskresi, ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi memproduksi sel darah merah. Gangguan di ginjal dapat menurunkan hormon tersebut, sehingga menyebabkan anemia (kekurangan darah merah).
Gejala nefropati diabetik :
- Bengkak di kaki dan wajah
- Mual
- Lesu
- Nyeri kepala
- Sering cegukan
- Berat badan menurun
Diagnosis.
Untuk mendiagnosis nefropati diabetik pada penyandang diabetes, jika pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan ditemukan albumin didalam urin 24 jam lebih 30 mg, dengan catatan tidak ditemukan penyebab albuminuria lain.
Jadwal pemeriksaan mikroalbumin yang dianjurkan adalah :
- Pada diabetes tipe 1 (diabetes tergantung insulin), diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 tahun didiagnosis diabetes.
- Untuk diabetes tipe 2, untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan dan secara periodik setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter.
Pengobatan
Pengobatan sejak dini dapat menunda bahkan menghentikan progresivitas penyakit ginjal. Kenyataannya, penderita umumnya baru berobat saat gangguan sudah lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam).
Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah, direkomendasikan untuk penderita diabetes-hipertensi tekanan darah yang harus dicapai adalah kurang 130/80 mmHg atau lebih rendah lagi. Pertimbangan dalam pemilihan obat anti hipertensi antara lain :
1. Penurunan tekanan darah, dipertimbangkan juga efek samping obat.
2. Efek obat terhadap faktor risiko kardiovaskular.
3. Adanya kerusakan/gangguan organ (penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal kronik, diabetes; menentukan pilihan obat anti hipertensi sebagai terapi awal dan kombinasi).
4. Pertimbangan klinik dan efek samping obat.
5. Interaksi obat bila diberikan penderita yang juga secara bersamaan mengkonsumsi obat lain.
Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan mengurangi derajat albuminuria dengan pemberian diuretik dosis kecil dan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram / kg berat badan per hari).
Penderita nefropati diabetik harus menghindari zat yang dapat memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti inflamasi (anti radang) non steroid serta obat yang belum diketahui efek sampingnya.
Akhirnya bisa ditarik kesimpulan, Nefropati diabetik merupakan komplikasi diabetes yang diawali dengan mikro albuminuria dan komplikasi yang agresif tanpa pengobatan akan mengarah ke gagal ginjal tahap akhir.
- Bila terjadi mikroalbuminuria, maka pengobatan selain pengendalian gula darah yang baik harus disertai dengan pengobatan untuk penurunan tekanan darah dan mengurangi derajat albuminuria.
- Pengobatan bertujuan mencegah progresivitas nefropati diabetik dengan pemilihan obat yang tepat untuk mencapai sasaran tekanan darah kurang 130/80 mmHg.
- Obat diuretik dalam dosis kecil dapat membantu penurunan tekanan darah, disamping mempunyai efek mengurangi albuminuria. Hal yang penting pada diabetes adalah mencegah kerusakan ginjal serta mencegah komplikasi kardiovaskular. Usaha tersebut adalah pengendalian tekanan darah dengan obat anti hipertensi dan mencapai target rekomendasi tekanan darah kurang 130/80 mmHg. Pengendalian faktor metabolik antara lain kontrol gula darah dan profil lemak serta pemberian preparat statin (obat penurun lemak darah) dan anti oksidan. (13)
– dr Djoko Merdikoputro Sp.PD, RS Hermina Pandanaran Semarang.
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=9442
Di Indonesia pada 1994 terdeteksi 2,5 juta penduduk terkena diabetes, sekarang sudah ada 5,6 juta penyandang dan pada 2020 nanti diperkirakan ada 8,2 juta penderita kencing manis.
Penderita mengalami komplikasi seperti : luka / gangren yang sering mengakibatkan harus menjalani amputasi (dipotong) pada bagian yang terkena, penyakit jantung koroner, stroke, gagal ginjal, mata : kebutaan, syaraf , kesemutan, nyeri pada kaki, impoten, mudah terkena infeksi.
Salah satu penyakit akibat diabetes adalah penyakit ginjal diabetik. Di Asia hampir 60% dari penyandang diabetes tipe 2 menderita nefropati diabetik. Begitu pula frekuensi hipertensi cukup tinggi sekitar 33%. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingginya tekanan darah pada diabetes dengan komplikasi ginjal dan kardio vascular (jantung & pembuluh darah).
Penderita diabetes dengan hipertensi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung koroner ataupun stroke. Sebagai faktor prediksi adanya komplikasi kardiovaskular dan ginjal pada diabetes-hipertensi adalah adanya mikro- albuminuria (adanya albumin/zat protein pada air kencing).
Gejala Klinik
Nefropati diabetik merupakan gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran glomerulus (selaput penyaring darah dalam ginjal). Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein, sehingga mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin/air kencing (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal.
Gangguan ginjal dapat menyebabkan fungsi ekskresi (membuang), filtrasi (menyaring) dan hormonal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, maka zat racun tertimbun. Tubuh pun menjadi bengkak dan dapat berisiko kematian.
Selain berfungsi sebagai ekskresi, ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi memproduksi sel darah merah. Gangguan di ginjal dapat menurunkan hormon tersebut, sehingga menyebabkan anemia (kekurangan darah merah).
Gejala nefropati diabetik :
- Bengkak di kaki dan wajah
- Mual
- Lesu
- Nyeri kepala
- Sering cegukan
- Berat badan menurun
Diagnosis.
Untuk mendiagnosis nefropati diabetik pada penyandang diabetes, jika pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan ditemukan albumin didalam urin 24 jam lebih 30 mg, dengan catatan tidak ditemukan penyebab albuminuria lain.
Jadwal pemeriksaan mikroalbumin yang dianjurkan adalah :
- Pada diabetes tipe 1 (diabetes tergantung insulin), diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 tahun didiagnosis diabetes.
- Untuk diabetes tipe 2, untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan dan secara periodik setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter.
Pengobatan
Pengobatan sejak dini dapat menunda bahkan menghentikan progresivitas penyakit ginjal. Kenyataannya, penderita umumnya baru berobat saat gangguan sudah lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam).
Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah, direkomendasikan untuk penderita diabetes-hipertensi tekanan darah yang harus dicapai adalah kurang 130/80 mmHg atau lebih rendah lagi. Pertimbangan dalam pemilihan obat anti hipertensi antara lain :
1. Penurunan tekanan darah, dipertimbangkan juga efek samping obat.
2. Efek obat terhadap faktor risiko kardiovaskular.
3. Adanya kerusakan/gangguan organ (penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal kronik, diabetes; menentukan pilihan obat anti hipertensi sebagai terapi awal dan kombinasi).
4. Pertimbangan klinik dan efek samping obat.
5. Interaksi obat bila diberikan penderita yang juga secara bersamaan mengkonsumsi obat lain.
Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan mengurangi derajat albuminuria dengan pemberian diuretik dosis kecil dan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram / kg berat badan per hari).
Penderita nefropati diabetik harus menghindari zat yang dapat memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti inflamasi (anti radang) non steroid serta obat yang belum diketahui efek sampingnya.
Akhirnya bisa ditarik kesimpulan, Nefropati diabetik merupakan komplikasi diabetes yang diawali dengan mikro albuminuria dan komplikasi yang agresif tanpa pengobatan akan mengarah ke gagal ginjal tahap akhir.
- Bila terjadi mikroalbuminuria, maka pengobatan selain pengendalian gula darah yang baik harus disertai dengan pengobatan untuk penurunan tekanan darah dan mengurangi derajat albuminuria.
- Pengobatan bertujuan mencegah progresivitas nefropati diabetik dengan pemilihan obat yang tepat untuk mencapai sasaran tekanan darah kurang 130/80 mmHg.
- Obat diuretik dalam dosis kecil dapat membantu penurunan tekanan darah, disamping mempunyai efek mengurangi albuminuria. Hal yang penting pada diabetes adalah mencegah kerusakan ginjal serta mencegah komplikasi kardiovaskular. Usaha tersebut adalah pengendalian tekanan darah dengan obat anti hipertensi dan mencapai target rekomendasi tekanan darah kurang 130/80 mmHg. Pengendalian faktor metabolik antara lain kontrol gula darah dan profil lemak serta pemberian preparat statin (obat penurun lemak darah) dan anti oksidan. (13)
– dr Djoko Merdikoputro Sp.PD, RS Hermina Pandanaran Semarang.
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=9442