HTML
Wednesday, April 29, 2020
Tuesday, April 28, 2020
INSTALL ULANG TATA KEHIDUPAN
INSTALL ULANG TATA KEHIDUPAN
Oleh :
Arif Satria
Rektor IPB
Pandemi Covid-19 yang bersifat global telah berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Bermula hanya berdampak pada aspek kesehatan, kemudian meluas kepada aspek ekonomi, pendidikan, keagamaan, pemerintahan, dan pangan. Sejalan dengan tugas menjalankan ibadah bulan Ramadhan, tentu tugas kita adalah bagaimana menemukan hikmah dari bencana ini. Melihat karakteristik Covid-19 dan multiplier effect yang ditimbulkan, prasangka baik kita adalah bahwa Tuhan tidak saja sedang menguji kesabaran kita, tetapi juga sedang meminta kita untuk meng-install ulang tata kehidupan baru. Mengapa ?
Pertama, install ulang tata kehidupan ekologis
. Bumi sudah merasakan beban yang berat. Kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana. Polusi udara, pencemaran sungai dan laut, sampah menggunung, deforestasi, dan bahkan pemanasan global telah kita rasakan. Seiring meningkatnya intensitas aktivitas ekonomi maka carbon footprint juga meningkat. Lapisan ozon makin menipis.
Namun kini sebagian besar orang berdiam di rumah dan menjalankan pekerjaan dari rumah. Akibatnya jalan sepi, pasar sepi, toko tutup, warung sepi, dan mobilitas sosial makin terbatas. Kemudian polusi udara teratasi, lapisan ozon membaik, langit makin bening biru, sampah berkurang, dan udara makin segar. Saat bumi beristirahat seperti sakarang ini, mestinya menjadi momentum kita untuk merenung: apakah ketika pandemi Covid-19 berakhir lalu alam yang sudah tenang seperti ini akan tetap tenang dan membuat hidup kita lebih nyaman dan sehat?
Semua tergantung kita, tapi sebenarnya Pandemi Covid-19 adalah pesan bahwa kita harus berubah dan memulai hidup dengan cara baru. Pandemi Covid-19 memberi pesan bahwa bumi harus istirahat agar kondisi lingkungan pulih. Adalah tugas kita untuk saat ini merancang bagaimana pemulihan lingkungan terus terjaga meski Pandemi Covid-19 telah berakhir.
Suatu saat di Los Banos saya bertemu dengan profesor dari Jepang yang bercerita tentang pendidikan ekologi manusia (human ecology) di Tokyo University. Beliau mengatakan bahwa pendidikan ekologi manusia ada di fakultas kedokteran, bukan di fakultas lingkungan. Ini memang agak aneh. Ternyata baginya menjaga kesehatan bukan persoalan tersedia-tidaknya obat. Rezim obat-obatan adalah masa lalu. Sebaliknya dia menegaskan bahwa ke depan kesehatan adalah akibat kondisi lingkungan. Bagi Jepang, harmoni dengan alam dan harmoni secara sosial adalah “obat” paling mujarab menjaga kesehatan kita, karena keduanya adalah sumber kebahagiaan. Jadi, kesehatan, kebahagiaan dan status lingkungan hidup semakin kuat tali temalinya.
Kedua, install ulang tata hidup sehat. Hidup sehat kini menjadi obsesi semua orang. Pandemi Covid-19 telah memaksa kita semua untuk mengubah cara hidup. Sebelum ini hand-sanitizer hanya kita gunakan saat keluar masuk ruang rawat inap rumah sakit. Cuci tangan dengan sabun sebelumnya hanya saat sebelum dan sesudah makan. Namun kini setiap saat orang mencuci tangan. Kini semua orang tahu apa itu hand-sanitizer dan menggunakannya setiap saat. Masker dulu hanya digunakan tenaga medis, kini digunakan semua orang. Hal ini karena kesadaran masyarakat makin meningkat tentang mobilitas virus. Kini orang berlomba-lomba untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mengingat daya tahan tubuh adalah “obat” penangkal efektif Covid-19. Orang pun tanpa disuruh mulai rajin berolahraga dan berjemur.
Praktik baru tersebut sebagian besar merupakan bagian dari prinsip gizi seimbang. Dulu, para ahli gizi mempromosikan prinsip gizi seimbang hingga berbusa-busa. Namun kini orang dengan sendirinya telah menerapkan prinsip gizi seimbang meski tidak tahu bahwa yang dilakukannya adalah implementasi gizi seimbang. Dengan demikian Covid-19 telah memaksa kita meng-install ulang cara hidup kita dengan cara hidup sehat yang lebih baik.
Ketiga, install ulang tata kehidupan sosial-ekonomi. Solidaritas sosial makin berubah. Dulu individualisme orang perkotaan begitu menonjol. Kini empati mereka makin meningkat. Gerakan solidaritas untuk membantu korban ekonomi Covid-19 semakin marak. Aneka program donasi melalui media sosial berkembang secara spontan. Telah meningkat kesadaran kolektif bahwa musibah ini harus dihadapi bersama-sama. Solidaritas sosial ini merupakan modal sosial yang luar biasa. Masyarakat modern yang telah terspesialisasi, berhubungan dengan sesama atas dasar ikatan kontraktual, kini tergerak untuk bersama-sama atas dasar ikatan moral. Jiwa kemanusiaan makin tumbuh. Tata kehidupan sosial kota telah berubah.
Namun sebenarnya yang menarik adalah bukan semata solidaritas dalam konteks ekonomi. Bukan semata berbagi rezeki kepada golongan menengah ke bawah yang terkena dampak ekonomi Covid-19 tetapi solidaritas berbagi nilai moral dan ilmu. Seruan moral untuk membangun optimisme diviralkan melalui media sosial. Tips-tips untuk beradaptasi dengan situasi baru ini beredar dimana-mana. Berbagi nasehat dan berbagi ilmu tiap hari kita rasakan.
Keempat, install ulang tata kehidupan para pembelajar. Kini kita berlomba-lomba dalam inovasi. Ternyata musibah ini mendorong para pembelajar untuk mengerahkan ilmunya untuk memberikan solusi. Banyak inovasi bermunculan, baik inovasi peralatan medis, inovasi pelayanan medis, maupun inovasi obat-obatan. Musibah ini memberi pelajaran pentingnya mencari ilmu yang bermanfaat. Di saat-saat seperti inilah taruhannya pada kapasitas keilmuan kita. Ilmu bukan untuk unjuk kebanggaan tetapi ilmu untuk solusi. Karena itulah kesadaran para pembelajar makin meningkat untuk melakukan riset-riset transformatif, yakni riset-riset yang berdampak, dan bukan sekedar riset untuk riset. Install ulang mindset para pembelajar telah terjadi.
Kelima, install ulang kehidupan spiritual. Semula Tuhan dianggap terlalu jauh dari urusan duniawi, namun kini orang berusaha agar Tuhan hadir sedekat-dekatnya dengan kita. Kebetulan Pandemi Covid-19 terjadi pada bulan Ramadhan, semakin membuat proses install ulang spiritual kita makin sempurna. Salah satu proses refleksi spiritual penting adalah bahwa kita ternyata bukan siapa-siapa. Menghadapi virus kecil saja tak berdaya. Ilmu kita benar-benar hanya setetes air dari lautan luas. Disinilah kesadaran spiritual mulai tumbuh.
Semua tidak mungkin terjadi tanpa kehendak Tuhan. Kapan pandemi berakhir pun mesti dengan campur tangan Tuhan. Namun intervensi Tuhan untuk memulihkan keadaaan juga melalui proses-proses yang obyektif. Tuhan meminta kita tidak sombong dengan ilmu yang kita miliki, sehingga kita dengan rendah hati belajar dan belajar untuk menemukan cara pengobatan dan pencegahan Covid-19. Tuhan meminta kita untuk saling menolong. Tuhan telah meminta kita untuk menjaga alam. Tuhan telah meminta kita untuk mensyukuri nikmat yang telah Dia berikan. Mungkin hidup kita sudah kebablasan jauh dari koridor yang telah Tuhan tetapkan, dan mengabaikan sejumlah permintaan Tuhan tersebut.
Mungkin inilah cara Tuhan meminta kita untuk meng-install ulang tata kehidupan kita, agar kita makin bersyukur atas nikmat alam, nikmat kesehatan, nikmat ilmu dan nikmat iman. Kita telah dikaruniai akal dan hati. Mari kita gunakan untuk meng-install ulang tata kehidupan sebagai wujud syukur kita, dengan tatap didasari keyakinan bahwa kita bukan siapa-siapa di hadapanNya. Ikhtiar install ulang ini penting sebagai sikap tunduk kita pada QS Ar-Ra’d:11: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka”.
Bogor, 28 April 2020
Monday, April 6, 2020
WAJIB PAKAI MASKER
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid 19. Achmad Yurianto menegaskan bahwa pemerintah menjalankan program 'masker untuk semua' per 5 April 2020 sesuai anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Semua harus menggunakan masker. Masker bedah dan masker N95 hanya untuk petugas kesehatan. Gunakan masker kain, Ini menjadi penting karena kita tidak pernah tahu orang tanpa gejala didapatkan di luar," ujar Yuri pada konferensi pers, Minggu (5/4/2020).
Yuri mengatakan masyarakat harus menggunakan masker kain jika hendak keluar rumah dan ia menganjurkan penggunaan masker kain tidak lebih dari 4 jam lalu kemudian harus di cuci dengan sabun.
"Semua harus menggunakan masker. Masker bedah dan masker N95 hanya untuk petugas kesehatan. Gunakan masker kain, Ini menjadi penting karena kita tidak pernah tahu orang tanpa gejala didapatkan di luar," ujar Yuri pada konferensi pers, Minggu (5/4/2020).
Yuri mengatakan masyarakat harus menggunakan masker kain jika hendak keluar rumah dan ia menganjurkan penggunaan masker kain tidak lebih dari 4 jam lalu kemudian harus di cuci dengan sabun.
Dikhawatirkan bahwa masih banyak orang yang terkonfirmasi positif corona berkeluyuran di luar dan tanpa kita sadari orang tersebut membawa virus corona melalui droplet. Maka demikian, masker penting untuk digunakan.
Lebih lanjut, ia cukup perihatin dengan angka kenaikkan kasus positif di Indonesia tiap harinya karena masyarakat yang kurang peduli dengan penggunaan masker.
"Maka dari itu kami meminta mulai hari ini gunakan masker. Masker untuk semua, saling mengingatkan untuk menggunakan masker," ujarnya.
Kasus positif di Indonesia dilaporkan telah terjadi penambahan kasus sebanyak 181 sehingga saat ini kasus yang terkonfirmasi positif sebanyak 2.273.
"Maka dari itu kami meminta mulai hari ini gunakan masker. Masker untuk semua, saling mengingatkan untuk menggunakan masker," ujarnya.
Kasus positif di Indonesia dilaporkan telah terjadi penambahan kasus sebanyak 181 sehingga saat ini kasus yang terkonfirmasi positif sebanyak 2.273.
Sementara itu, jumlah kasus yang sembuh sebanyak 14 orang sehingga total 164 orang. Lalu, kasus yang meninggal bertambah 7 orang, sehingga jumlahnya menjadi 198 orang.
Sumber: CNBC Indonesia
Sunday, April 5, 2020
MAHASISWA INDONESIA DI AS MENGHADAPI CORONAVIRUS
Mahasiswa Indonesia di kota New York Mehulika Sitepu, menceritakan pengalamannya tinggal di kota dengan jumlah orang positip corona tertinggi di Amerika. Di kota New York ada 47.439 kasus positip corona denga jumlah kematian 1.374 jiwa.
Learn more:
https://youtu.be/OKifAouq9OY
Learn more:
https://youtu.be/OKifAouq9OY
Saturday, April 4, 2020
Indonesia Negara Tropis Kebal Corona? Ini Fakta Riset BMKG dan UGM
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Universitas Gajah Mada (UGM) menemukan indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran wabah Covid-19 setelah melakukan kajian berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis, dan studi literatur tentang pengaruh cuaca dan iklim.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan kajian ini dilakukan oleh Tim BMKG yang diperkuat oleh 11 Doktor di Bidang Meteorologi , Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM.
Meningkatnya kasus pada gelombang kedua saat ini di Indonesia tampaknya lebih
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Universitas Gajah Mada (UGM) menemukan indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran wabah Covid-19 setelah melakukan kajian berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis, dan studi literatur tentang pengaruh cuaca dan iklim.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan kajian ini dilakukan oleh Tim BMKG yang diperkuat oleh 11 Doktor di Bidang Meteorologi , Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM.
“Hasil kajian tersebut menunjukkan adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran wabah Covid-19, sebagaimana yang disampaikan dalam penelitian Araujo dan Naimi (2020), Chen et. al. (2020), Luo et. al. (2020), Poirier et. al (2020), Sajadi et.al (2020), Tyrrell et. al (2020), dan Wang et. al. (2020),” ungkapnya dalam siaran pers yang dikutip Bisnis, Sabtu (4/4/2020).
Di mana, dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sementara bahwa negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara tropis.
Sementara itu, melalui penelitian Chen et. al. (2020) dan Sajadi et. al. (2020) menyatakan bahwa kondisi udara ideal untuk virus corona adalah temperatur sekitar 8 - 10°C dan kelembapan 60%-90%.
Artinya, dalam lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi llingkungan yang kurang ideal untuk penyebaran kasus Covid-19.
Para peneliti itu menyimpulkan bahwa kombinasi dari temperatur, kelembapan relatif cukup memiliki pengaruh dalam penyebaran transmisi Covid-19.
Selanjutnya penelitian oleh Bannister-Tyrrell et. al. (2020) juga menemukan adanya korelasi negatif antara temperatur (di atas 1°C) dengan jumlah dugaan kasus Covid-19 per hari. Mereka menunjukkan bahwa bahwa Covid-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1 – 9°C).
Hal ini mengindikasikan bahwa makin tinggi temperatur, maka kemungkinan adanya kasus Covid-19 harian akan semakin rendah.
Sementara itu, pada penelitian Wang et. al. (2020) menjelaskan pula bahwa serupa dengan virus influenza, virus Corona ini cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara dingin dan kering.
Kondisi udara dingin dan kering tersebut dapat juga melemahkan imunitas seseorang, dan mengakibatkan orang tersebut lebih rentan terhadap virus sebagaimana yg dituliskan dalam studi tersebut.
Demikian pula pada penelitian Araujo dan Naimi (2020) memprediksi bahwa dengan model matematis yang memasukkan kondisi demografi manusia dan mobilitasnya, disimpulkan bahwa iklim tropis dapat membantu menghambat penyebaran virus tersebut.
Terhambatnya penyebaran virus dikarenakan kondisi iklim tropis dapat membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil, sehingga penularan virus Corona dari orang ke orang melalui lingkungan iklim tropis cenderung terhambat, dan akhirnya kapasitas peningkatan kasus terinfeksi untuk menjadi pandemik juga akan terhambat.
Tim Gabungan BMKG-UGM pun mengindikasikan bahwa cuaca dan iklim merupakan faktor pendukung untuk kasus wabah ini berkembang pada outbreak yang pertama di negara atau wilayah dengan lintang linggi, tetapi bukan faktor penentu jumlah kasus, terutama setelah outbreak gelombang yang kedua.
“Meningkatnya kasus pada gelombang kedua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial,” kata Dwikorita.
Fakta itu terlihat dari terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia sejak awal Maret 2020. Padahal Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27- 30°C dan kelembapan udara berkisar antara 70% – 95%.
Dari kajian literatur tersebut kondisi lingkungan Indonesia sebenarnya tidak ideal untuk outbreak Covid-19.
Peningkatan lonjakan kasus diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia.
Akhirnya, laporan Tim BMKG-UGM merekomendasikan, apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial ini benar-benar dapat dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat, maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam memitigasi atau mengurangi risiko penyebaran wabah tersebut.
Hasil kajian Tim BMKG dan UGM ini juga merekomendasikan untuk terus menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh, dengan memanfaatkan kondisi cuaca untuk beraktivitas atau berolahraga pada jam yang tepat.
“Terutama di bulan April hingga puncak musim kemarau di bulan Agustus nanti, yang diprediksi akan mencapai suhu rata - rata berkisar antara 28°C hingga 32°C dan kelembapan udara berkisar antara 60% s/d 80%,” tuturnya.
Sumber: Binis.com
Editor : Hendri Tri Widi Asworo
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan kajian ini dilakukan oleh Tim BMKG yang diperkuat oleh 11 Doktor di Bidang Meteorologi , Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM.
“Hasil kajian tersebut menunjukkan adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran wabah Covid-19, sebagaimana yang disampaikan dalam penelitian Araujo dan Naimi (2020), Chen et. al. (2020), Luo et. al. (2020), Poirier et. al (2020), Sajadi et.al (2020), Tyrrell et. al (2020), dan Wang et. al. (2020),” ungkapnya dalam siaran pers yang dikutip Bisnis, Sabtu (4/4/2020).
Di mana, dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sementara bahwa negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara tropis.
Sementara itu, melalui penelitian Chen et. al. (2020) dan Sajadi et. al. (2020) menyatakan bahwa kondisi udara ideal untuk virus corona adalah temperatur sekitar 8 - 10°C dan kelembapan 60%-90%.
Artinya, dalam lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi llingkungan yang kurang ideal untuk penyebaran kasus Covid-19.
Para peneliti itu menyimpulkan bahwa kombinasi dari temperatur, kelembapan relatif cukup memiliki pengaruh dalam penyebaran transmisi Covid-19.
Selanjutnya penelitian oleh Bannister-Tyrrell et. al. (2020) juga menemukan adanya korelasi negatif antara temperatur (di atas 1°C) dengan jumlah dugaan kasus Covid-19 per hari. Mereka menunjukkan bahwa bahwa Covid-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1 – 9°C).
Hal ini mengindikasikan bahwa makin tinggi temperatur, maka kemungkinan adanya kasus Covid-19 harian akan semakin rendah.
Sementara itu, pada penelitian Wang et. al. (2020) menjelaskan pula bahwa serupa dengan virus influenza, virus Corona ini cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara dingin dan kering.
Kondisi udara dingin dan kering tersebut dapat juga melemahkan imunitas seseorang, dan mengakibatkan orang tersebut lebih rentan terhadap virus sebagaimana yg dituliskan dalam studi tersebut.
Demikian pula pada penelitian Araujo dan Naimi (2020) memprediksi bahwa dengan model matematis yang memasukkan kondisi demografi manusia dan mobilitasnya, disimpulkan bahwa iklim tropis dapat membantu menghambat penyebaran virus tersebut.
Terhambatnya penyebaran virus dikarenakan kondisi iklim tropis dapat membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil, sehingga penularan virus Corona dari orang ke orang melalui lingkungan iklim tropis cenderung terhambat, dan akhirnya kapasitas peningkatan kasus terinfeksi untuk menjadi pandemik juga akan terhambat.
Tim Gabungan BMKG-UGM pun mengindikasikan bahwa cuaca dan iklim merupakan faktor pendukung untuk kasus wabah ini berkembang pada outbreak yang pertama di negara atau wilayah dengan lintang linggi, tetapi bukan faktor penentu jumlah kasus, terutama setelah outbreak gelombang yang kedua.
“Meningkatnya kasus pada gelombang kedua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial,” kata Dwikorita.
Fakta itu terlihat dari terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia sejak awal Maret 2020. Padahal Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27- 30°C dan kelembapan udara berkisar antara 70% – 95%.
Dari kajian literatur tersebut kondisi lingkungan Indonesia sebenarnya tidak ideal untuk outbreak Covid-19.
Peningkatan lonjakan kasus diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia.
Akhirnya, laporan Tim BMKG-UGM merekomendasikan, apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial ini benar-benar dapat dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat, maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam memitigasi atau mengurangi risiko penyebaran wabah tersebut.
Hasil kajian Tim BMKG dan UGM ini juga merekomendasikan untuk terus menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh, dengan memanfaatkan kondisi cuaca untuk beraktivitas atau berolahraga pada jam yang tepat.
“Terutama di bulan April hingga puncak musim kemarau di bulan Agustus nanti, yang diprediksi akan mencapai suhu rata - rata berkisar antara 28°C hingga 32°C dan kelembapan udara berkisar antara 60% s/d 80%,” tuturnya.
Sumber: Binis.com
Editor : Hendri Tri Widi Asworo
Wednesday, April 1, 2020
PRESIDEN MENGATASI DAMPAK COVID 19
Untuk mengatasi dampak wabah tersebut, saya telah memutuskan dalam Rapat Kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Sesuai undang-undang (UU), PSBB ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang berkoordinasi dengan Kepala Gugus Tugas Covid-19 dan kepala daerah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Lihat video:
KETERANGAN PERS PRESIDEN
TRANSKRIP KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ISTANA KEPRESIDENAN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT, 31 MARET 2020
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air,
Pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat dan oleh karenanya, pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat.
Untuk mengatasi dampak wabah tersebut, saya telah memutuskan dalam Rapat Kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Sesuai undang-undang (UU), PSBB ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang berkoordinasi dengan Kepala Gugus Tugas Covid-19 dan kepala daerah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keppres (Keputusan Presiden) Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut. Dengan terbitnya PP ini, semuanya jelas. Para kepala daerah saya minta tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koridor undang-undang dan PP serta Keppres tersebut. Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai undang-undang agar PSBB dapat berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya wabah.
Bapak, Ibu dan Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Kita harus belajar dari pengalaman dari negara lain tetapi kita tidak bisa menirunya begitu saja. Sebab, semua negara memiliki ciri khas masing-masing, mempunyai ciri khas masing-masing, baik itu luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, dan lain-lain. Oleh karena itu, kita tidak boleh gegabah dalam merumuskan strategi, semuanya harus dihitung, semuanya harus dikalkulasi dengan cermat, dan inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas.
Yang pertama, kesehatan masyarakat adalah yang utama. Oleh sebab itu, kendalikan penyebaran Covid-19 dan obati pasien yang terpapar.
Yang kedua, kita siapkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli.
Ketiga, menjaga dunia usaha utamanya usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, agar tetap beroperasi dan mampu menjaga penyerapan tenaga kerjanya. Dan pada kesempatan ini, saya akan fokus pada penyiapan bantuan untuk masyarakat lapisan bawah.
Pertama tentang PKH (Program Keluarga Harapan), jumlah keluarga penerima akan ditingkatkan dari 9,2 juta (keluarga penerima manfaat) menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat. Sedangkan besaran manfaatnya akan dinaikkan 25 persen, misalnya komponen ibu hamil naik dari Rp2,4 juta menjadi Rp3 juta per tahun, komponen anak usia dini Rp3 juta per tahun, komponen disabilitas Rp2,4 juta per tahun dan kebijakan ini efektif mulai (bulan) April 2020.
Kedua, kartu sembako. Jumlah penerima akan dinaikkan dari 15,2 juta penerima menjadi 20 juta penerima manfaat dan nilainya naik 30 persen dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu dan akan diberikan selama 9 bulan.
Yang ketiga, tentang Kartu Prakerja. Anggaran Kartu Prakerja dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Jumlah penerima manfaat menjadi 5,6 juta orang terutama ini adalah untuk pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19 dan nilai manfaatnya adalah Rp650 ribu sampai Rp1 juta per bulan selama 4 bulan ke depan.
Yang keempat, tentang tarif listrik. Perlu saya sampaikan bahwa untuk pelanggan listrik 450VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan, akan digratiskan selama 3 bulan ke depan yaitu untuk bulan April, Mei, dan bulan Juni 2020. Sedangkan untuk pelanggan 900VA yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan didiskon 50 persen, artinya hanya membayar separuh saja untuk bulan April, Mei, dan bulan Juni 2020.
Yang kelima, perihal antisipasi kebutuhan pokok. Pemerintah mencadangkan Rp25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok serta operasi pasar dan logistik.
Keenam, perihal keringanan pembayaran kredit. Bagi para pekerja informal, baik itu ojek online, sopir taksi, dan pelaku UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), nelayan dengan penghasilan harian, dengan kredit di bawah Rp10 miliar, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) telah menerbitkan aturan mengenai hal tersebut dan dimulai berlaku bulan April ini. Telah ditetapkan prosedur pengajuannya tanpa harus datang ke bank atau perusahaan leasing, cukup melalui email atau media komunikasi digital seperti WA (Whatsapp).
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih.
Wassalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
___________________________
*Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden*
Subscribe to:
Posts (Atom)