Otak kita memproses berbagai data dan informasi, baik secara sadar maupun tak sadar. Dalam dinamika hidupnya, manusia mewujudnyatakan olahan ingatan otak yang telah berproses sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan. [Pembaruan/YC Kurniantoro]
Tahukah Anda, di mana letak kekuatan utama manusia? Betul, pada pikiran. Otak kita memproses berbagai data dan informasi, baik secara sadar maupun tak sadar. Sadar ketika kita melakukan upaya pengumpulan informasi, misalnya dengan membaca buku. Tak sadar ketika berbagai informasi merembes ke dalam ruang pikiran yang terbuka dengan mengakses sumber data tanpa batas yang terserak di area kehidupan kita.
Penampungan data dan informasi di dalam ruang pikir manusia tidak sekadar duduk diam, mengantuk dan tidur. Jika demikian tentu saja kita tidak akan punya pikiran pikir (kognitif), pikiran rasa (afektif), dan pikiran laku (psikomotor/ behavior) . No action, no talk, no feel, nothing.
Dalam dinamika hidupnya, manusia mewujudnyatakan olahan ingatan otak yang telah berproses sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan. Penerima rasa dipahami berada dalam hati. Sakit hati mendorong kita menyentuh selubung hati dan jantung yakni di sekitar dada. Kendati, kumpulan data dan ingatan tentang segala hal berkaitan dengan stimulus sakit hati itu ada di pikiran, di otak yang ada di dalam kepala kita. Tapi mana pernah orang mengatakan sakit hati sambil menepuk-nepuk kepala?
Hasil Olah Pikir
Di jagad ini banyak sekali pilihan tersedia. Tinggal diambil saja sesuai kebutuhan dan berdasarkan pertimbangan masing-masing orang. Pertimbangan berproses di dalam otak. Mind can do everything, pikiran melakukan semua. Baik pikiran yang terolah secara logis maupun intuitif. Perlu diketahui, tak selamanya logika berperan baik dan dapat dipertanggungjawabk an. Ingat lagu yang dinyanyikan Vina Panduwinata beberapa masa lalu? Katanya, asmara... tak kenal dengan logika. Pikiran memang tak hanya logika, ada yang namanya intuisi. Kerja sama kedua faktor pikiran tersebut sering kali menghasilkan peristiwa dan tindakan yang luar biasa, sampai-sampai kita pun sulit mempercayainya.
Logika menekankan sistematika berpikir, intuisi mengarah pada kepekaan bagaikan sedang istirahat berpikir, saat di pikiran tiba- tiba berkelebat "A ha!" Seperti ketika Archimedes berteriak girang, "Eureka... eureka..." Sering kali orang menyebutnya insting, feeling, pertanda, firasat, sense, dan sebagainya. Salah atau benar pilihan yang kita ambil tergantung pada proses pengambilan dan konteks setelah pilihan itu dibuat. Artinya, setiap pilihan mengandung risiko, baik positif maupun negatif, berat ataupun ringan. Saat manusia menanggung risiko dari pilihan-pilihannya itulah wujud tanggung jawab manusia sebagai makhluk berakal-budi ditampilkan.
Dalam psikologi perilaku (behaviorism) dikenal teori stimulus- respons, perilaku seseorang merupakan tanggapan (respons) dari rangsangan (stimulus) yang muncul. Jika ada stimulus, maka muncullah respons.
Saat seseorang hendak merespons sebuah stimulus, terjadi proses olah pikir yang mula-mula membuka pintu kehendak bebas manusia. Pilihlah ini, maka risikonya begini, dan seterusnya. Faktor ingatan yang tersimpan, baik di alam sadar (consciousness) maupun alam bawah sadar (unconsciousness) manusia berupa partikel-partikel materi dan nonmateri.
Partikel tersebut merupakan benda-benda keras (hard), yakni segala materi yang tampak (visible) besar- kecil, dan lunak (soft) yang meliputi perasaan, aktivitas dan perilaku. Tersusun atas tumpukan peristiwa dari berlapis-lapis episode, pengalaman, pengamatan dan kepekaan. Pikiran manusia dan kekuatannya menguasai segenap partikel di sekelilingnya.
Membalas cacian dengan ribuan caci, pukulan dengan pukul-pukulan, merupakan pilihan perilaku yang reaktif. Proses olah pikir hampir tak memiliki ruang dan waktu di situ. Maka muncullah bentrok antarwarga, etnis, suku, agama, dan sebagainya. Kekerasan di mana-mana, manusia seperti kehilangan makna kemanusiaannya sendiri. Sebuah pernyataan merupakan stimulus yang dapat memicu pertentangan apabila kurang berkenan bagi kalangan tertentu.
Sayangnya sering kali pihak yang kurang berkenan langsung berespons tanpa memberi jeda bagi diri sendiri untuk berpikir lebih dalam. Respons tersebut bersifat reaktif yang mengemuka akibat dorongan impulsif. Berbagai kepentingan diri membuat orang cenderung impulsif dan agresif.
Padahal pilihan begitu banyak, ingatan dan kepekaan begitu dalam, tapi manusia cenderung menggunakan pikiran sekenanya. Padahal, pikiran punya kekuatan dahsyat men-dorong munculnya perilaku.
Kecurigaan yang membabi-buta atas ucapan-ucapan seseorang, telah menutup sebagian pintu simpanan ingatan positif di otak. Stimulus yang memperkuat kecurigaan hanya berisi curiga, tidak terima, tolak, "dia benci saya, maka saya harus segera me- lawannya", dan seterusnya. Apa yang orang pikirkan, lebih-lebih jika sudah masuk dalam level obsesif, pikiran itulah yang akan terjadi. Buktikan saja.
Kendalikan Diri
Salah satu target ketika bulan suci Ramadan tiba adalah mempertebal pengendalian diri. Mengendalikan diri tidak makan-minum setelah imsak hingga saat berbuka puasa, mengendalikan kemarahan, dan sebagainya.
Sesungguhnya setiap orang wajib melakukan pengendalian diri (self- controlling) dalam berbagai kesempatan, waktu dan tempat. Mengendalikan diri berarti melakukan apa yang benar. Tujuannya antara lain, mengendalikan emosi, menjaga keseimbangan pikiran (pikir, rasa dan laku), membuang cara-cara yang kurang tepat dalam interaksi sosial dan memilih perilaku positif.
Kekuatan pikiran luar biasa penting dalam mengendalikan diri. Untuk mengakomodasi dua kunci utama pengendalian diri, yakni mengenali diri sendiri (know ourself) dan memilih cara yang baik (choose ourself), diperlukan pemusatan pikiran. Proses dari kedua kunci utama itu mencakup kepekaan, pemahaman, menelaah konsekuensi, mengevaluasi, memotivasi diri, dan melakukan pilihan yang paling baik. Dapat disimpulkan bahwa seluruh proses melibatkan logika dan intuisi.
Albert Ellis, salah satu pakar terapi perilaku mengembangkan metode pengendalian diri yang cukup efektif. Teorinya disederhanakan sedemikian rupa sehingga mudah diimplementasi setiap orang. Ada empat tahap yang perlu dilakukan seseorang ketika ia berada dalam konflik yang membutuhkan pertimbangan- pertimbangan dan pengendalian diri.
Pertama, pikirkan konsekuensi ketika kita memilih untuk melakukan suatu tindakan. Katakanlah marah dan menyakiti seseorang di hadapan kita yang telah menciptakan situasi buruk bagi kita. Bayangkan situasi yang akan terjadi jika hal itu benar- benar kita lakukan.
Kedua, lakukan percakapan batin yang sering dikenal dengan self-talk. Proses ini adalah upaya kita memahami apa yang tengah terjadi di dalam pikiran kita. Mengapa kita sampai memiliki pikiran berkaitan dengan situasi dalam hubungan kita dengan seseorang itu.
Ketiga, sentuhlah sensitivitas kita, yakni berdebat dengan diri sendiri. Tanyakan mengapa kita harus melakukan tindakan itu, apakah orang tersebut benar-benar salah? Debatlah keyakinan yang merusak, yang menimbulkan prasangka buruk.
Keempat, saksikan efek dari tiga langkah sebelumnya, apakah yang terjadi? Keajaiban dari olah pikir kita akan nyata pada akhir proses ini.
Pikiran mengendalikan diri kita berarti pikiran melakukan hampir semua hal bagi kita. Itulah sebabnya ungkapan think positive tidak pernah pupus termakan zaman. Setiap saat orang masih sering mendengungkannya, terutama pada saat-saat sulit.
Pikiran para ibu rumah tangga hampir tak disadari ternyata berkekuatan besar membuat nasi lekas basi. Silakan lakukan percobaan ini. Sediakan berdampingan dua piring nasi yang baru matang dan dimasak dalam panci yang sama.
Pikirkan dan katakan di hadapannya bahwa nasi di piring sebelah kiri tidak enak, tidak putih, bau, pahit dan menjijikkan. Sebaliknya pikirkan nasi di piring kanan sangat pulen, harum, putih dan nikmat. Nasi di piring mana yang lebih cepat berjamur dan membusuk?
Sumber: Pikiran Melakukan Semua oleh Rinny Soegiyoharto, Psikolog, Anggota HIMPSI JAYA http://sad-ewing.staff.ugm.ac.id/hikmahdetail.php?id=178
No comments:
Post a Comment