Dokter Asti Hoetama:
Dokter Asti meneruskan email dari rekan sejawatnya sbb:
Sebenarnya penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan dan penentuan Idul Fitri adalah jelas petunjuknya dari Nabi kita Muhammad SAW bahwa berpuasalah dan berbukalah menurut Rukyatul hilal (melihat bulan), hanya saja pengertian 'melihat' ini menimbulkan perbedaan.
Menurut ilmu falak/astronomi, pada tahun 1432 H ini posisi hilal pada tgl 29/8/11 itu untuk Indonesia sudah diatas ufuk, hanya masih kurang dari 2 derajat, sehingga sangat kecil (sbg ganti kt tdk mungkin) kemungkinan dapat dirukyat/dilihat termasuk dg alat, maka :
1) Ada yang menggunakan metode hisab (perhitungan) wujudul hilal, ini dikarenakan ilmu hisab/ilmu astronomi/ilmu falak belum ada pada zaman Nabi SAW. Metode ini meyakini bahwa perhitungan adalah sesuai dg hukum Allah yg ada di alam yg selalu tetap/tidak pernah berubah. Metode ini memahami bahwa bila hilal sudah berada diatas ufuk/horizon 0 koma sekian derajatpun maka sudah berarti wujudul hilal, dan sesuatu yg wujud/ada tidak berarti harus selalu dapat terlihat. Maka Idul fithri 1432 H jatuh pada Selasa 30/8/11. Ilmu Astronomi ini memang nampak lebih akurat, ilmu inilah yg selama ini dipakai untuk menentukan jadwal sholat kita sehari-hari. Dalam metode ini Rukyat (melihat langsung) hanyalah sebagai konfirmasi bukan yg menentukan.
2) Ada yang menggunakan metode rukyat semata (melihat langsung hilal) dimana wujudul hilal haruslah bisa dilihat dg mata telanjang dan atau dibantu dg alat, lalu bila tidak terlihat maka dianggap tidak ada hilal. Metode ini memahami bahwa hilal sudah dapat dilihat bila sudah berada diatas ufuk/horizon minimal 2 derajat. Menurut ilmu astronomi tentu derajat yg dapat dilihat berbeda. Dan dalam metode ini juga diyakini apabila mendung disempurnakan jadi 30 hari. Hanya saja di sidang istbat Kemenag RI selalunya akan menetapkan "istikmal" yakni bulan ramadhan digenapkan 30 hari, maka Idul Fithri jatuh pada Rabu 31/8/11.
Maka menurut hemat saya selalunya akan terjadi perbedaan setiap tahun apabila wujudul hilal berada dibawah 2 derajat dan atau Ramadhan berjumlah 29 hari, dan baru akan ada kesamaan apabila wujudul hilal berada diatas 2 derajat dan atau Ramadhan berjumlah 30 hari.
Kedua-duanya insya Allah benar menurut syari'at bila dibangun atas niat dan maksud menegakkan kebenaran (inilah itjihad), karena itu, dipersilahkan kpd masing-2 umat meyakini salah satu dari keduanya, tanpa harus menyalahkan lainnya, perbedaan dlm faham dan amal agama dalam konteks ini dibolehkan, tetapi perpecahan dan permusuhan itu adalah ajakan syaithan QS. Al Maidah ayat 91.
Kita harus berusaha ciptakan suasana tetap tenang dan rukun meski ada perbedaan.
Allah lah yg paling tahu siapa hambaNya yg bertaqwa QS. Al Najm ayat 32
Salam Semangat
Brahmana Askandar, MD
Gynecologic Oncologist
Surabaya – INDONESIA
Tanggapan Prof. Edhi Martono:
Rekan2 semua:
Terimkasih kepada bu dokter Asti yang sudah sharing penjelasan bagus dari dr Brahmana Askandar. Demikianlah kiranya penjelasan yang tepat dan selama ini digunakan sebagai pertimbangan, tetapi jarang sekali disampaikan kepada masyarakat. Seharusnya yang memberi keterangan seperti ini adalah instansi terkait (MUI, Kemenag/KUA, Humas berbagai ormas Islam dst), ini justru malah dapat dari seorang dokter, Sp OG lagi ...
Siapa pun dan apa pun, penjelasan seperti ini masih sangat dibutuhkan agar ketidakpahaman ummat tidak menjadi sumber pertentangan, pelecehan, penolakan, bahkan pembunuhan dan fitnah. Perlu juga diketahui bahwa di kalangan pengguna hisab pun juga ada yang beda interpretasi. Ada yang berpendapat meski bulan baru menurut perhitungan sudah muncul, sebelum tingginya 2 derajat tetap belum dinyatakan bulan (syahri, month bukan qomar, moon) berganti. Sebaliknya yang menggunakan hisab hakiki, asal menurut perhitungan bulan sudah di atas ufuk, maka sudah ditentukan bulan berganti, there is already new month coming ...
Sebagai seseorang yang dibesarkan dalam tradisi Muhammadiyah mestinya pegangan saya pribadi adalah hisab hakiki. Tetapi insha AlLah mulai tahun ini saya mengikuti keputusan pemerintah setelah diingatkan seorang rekan ustad bahwa panutan yang tepat adalah Qur'an, dan dalam Qur'an disebutkan "patuhlah kalian kepada AlLah, patuhlah kepada RasululLah dan pemimpin-pemimpin kamu". Bagaimana pun kondisinya, pemerintah yang ada saat ini adalah ulil amri, jadi saya baru mau sholat Idul Fitri besuk pagi, hari ini insha AlLah masih puasa ... No problem with that, masing2 sudah saling memahami pendapat yang dasarnya sama kuat kok ...
Selamat menyelesaikan puasa Ramadhan. Insha AlLah kewajiban maupun sunnah sebulan ini sudah dilaksanakan dengan sebaik2nya. Tentang balasannya, kita tentu sangat mengharapkan tetapi itu prerogatifnya AlLah ta'ala, walLahu 'alam. Saling mendoa saja agar apa yang kita lakukan sungguh karena AlLah sehingga AlLah memberikan ridlanya dengan sebenar-benar ridla ... TaqobalalLahu minna wa minkum, kullu'amin wa antum bi khaiir ... Kita singkirkan semua rasa negatif, baik yang dari dalam diri kita maupun dari orang lain (memaafkan orang lain, mohon maaf kepada orang lain) ... mencapai taqwa yang lebih meningkat ... dan jangan lupa dilengkapi dengan puasa sunnah yang dianjurkan RasululLah, enam hari bulan Syawwal ...
Ied Mubarrok !
No comments:
Post a Comment