Sekedar sharing untuk teman-temanku Alumni Teladan Yang Tercinta. Semoga bermanfaat. Wassalam. PWMJ.
TINJAUAN PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL: Sebuah Catatan Kecil.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional, Indonesia sudah masuk dalam kategori Negara Pendapatan Menengah (Middle Income Country atau MIC) dengan pendapatan per capita sekitar USD 3000 per tahun, namun masih pada lapis bawah pada kelompok MIC dan berbagai persoalan masih harus dihadapi oleh Indonesia.
Persoalan-persoalan pokok tersebut antara lain: KEMISKINAN, PENGANGGURAN, KESENJANGAN, KORUPSI dan Lemahnya KEPEMIMPINAN. Serta berbagai persoalan dalam konteks GLOBALISASI maupun DESENTRALISASI.
Pada era REFORMASI ini Indonesia juga dihadaplkan pada perubahan mendasar dalam lingkungan strategis sebagai akibat GLOBALISASI dan OTONOMI DAERAH (Desentralisasi). Perubahan mendasar ini telah membawa kepada perubahan dalam Sistem Perundang-undangan di banyak bidang (Bidang Politik, Ekonomi dan Keuangan, Sosial, maupun secara Sektoral).
Tingkat kemiskinan sekalipun sudah menurun namun masih tinggi sekitar 30,02 juta penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan atau 12,49% pada Maret 2011 (Sumber: BPS).
Tingkat Pengangguran Terbuka (Open Unemployment Rate) sebesar 6,80% atau sebanyak 8,12 juta orang masih menganggur pada bulan Februari 2011 (Sumber: BPS). Meskipun cenderung menurun.
Pada saat yang sama Indonesia dihadapkan pada persoalan ketimpangaan atau kesenjangan (inequality) seperti: kesenjangan dalam distribusi pendapatan, akses terhadap pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, air bersih dll.) Maupun kesenjangan akses terhadap infrastruktur (jalan, jembatan, listrik, dan infrastruktur keterhubungan lainnya).
Kesenjangan sektoral juga dibarengi dengan kesenjangan wilayah, dimana pembangunan belum dapat dirasakan manfaatnya secara merata (menurut kewilayahan). Indonesia masih menghadapi problem daerah tertinggal atau disadvantaged areas dengan segala persoalannya. Disamping itu masih dihadapi juga persoalan-2 di daerah terpencil, terisolir, perbatasan, dll.
Persoalan-persoalan di atas menuntut adanya solusi-solusi yang tepat dan terkadang harus cepat, yang diselesaikan secara komprehensive dan sering bersifat lintas (cross-cutting), serta menuntut adanya kepemimpinan yang kuat, tegas dan decisive. Ketidak merataan dan ketidak adilan memerlukan langkah-langkah kebijakan yang berpihak (affirmative policies and actions) agar lebih tepat sasaran dan efektif, dengan target yang jelas dan terukur dalam merespon persoalan kesenjangan.
Keterbatasan sumber-sumber (SDA, SDM, Sumber Pendanaan, Sumber-2 lain) harus dapat dimanfaatkan secara optimal demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini pemberantasan korupsi dan penegakkan hukum harus menjadi prioritas untuk menghindari kebocoran (leakages) dan inefisiensi dalam pengelolaan sumber-sumber. Dalam pemberantasan korupsi tidak boleh Tebang Pilih, harus Tidak Pandang Bulu dan tidak boleh hanya didasari kepentingan sesaat demi diri sendiri ataupun kelompoknya (vested interest). Fenomena korupsi tidak hanya dilakukan secara individu tetapi juga berkelompok (berjamaah). Good governance baik di sektor publik maupun swasta harus ditegakkan.
Penanggulangan kemiskinan tidak bisa hanya dilakukan dengan program-program yang sifatnya adhoc dan tidak ada keberlanjutan (baik di pusat maupun daerah). Modal sosial (Social Capital) harus terus dibangun berdasar prinsip Gotong Royong untuk menjamin keberlanjutan sosial (Social Sustainability) melalui proses yang demokratis (musyawarah mufakat) dan partisipatif dengan melibatkan masyarakat miskin, serta dengan memperhatikan kearifan lokal (local wisdom). Social Sustainability yang dibangun harus dibarengi dengan Economic Sustainability agar masyarakat miskin tidak kembali jatuh miskin, terutama apabila terjadi goncangan ekonomi (negative economic shocks). Kelompok masyarakat miskin harus Mandiri dan mampu mengentaskan diri mereka dari kemiskinan. Keluar dari perangkap kemiskinan (Poverty Trap). Sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan mereka (terutama kebutuhan dasar), mereka menjadi lebih produktif dan mampu meningkatkan pendapatan mereka (ada peningkatan daya beli) dengan mempunyai pekerjaan yang tetap dan memadai (decent jobs).
Tingkat pengangguran terbuka dapat diturunkan secara lebih signifikan melalui kebijakan dan program-progran perluasan kesempatan kerja. Tenaga kerja perlu disiapkan (dengan pelatihan) dan penyediaan akses terhadap informasi pasar kerja, ditingkatkan kompetensinya (melalui sertifikasi) sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik maupun internasional. Disamping itu pembangunan juga harus mampu menciptakan tenaga kerja yang tidak hanya mampu MENCARI Kerja tetapi juga mampu MENCIPTAKAN lapangan kerja. Dalam hal ini kemampuan ketrampilan TK harus terus ditingkatkan dan pengembangan kewirausahaan (entrepreneurship) harus terus digalakkan.
Untuk tidak terjebak dalam MIC trap maka tingkat pendapatan nasional harus terus ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi harus terus didorong dan diperluas pusat-pusat pertumbuhannya agar kue pembangunan dapat terus ditingkatkan dan dinikmati oleh seluruh rakyat.
Secara umum karena sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di perdesaan (sektor pertanian), maka pembangunan perdesaan (pertanian) harus menjadi prioritas. Namun kita juga harus mengutamakan peningkatan nilai tambah di dalam negeri dengan mempertimbangkan rantai nilai (value chain) dalam melaksanakan pembangunan.
Tantangan dan persoalan dalam konteks desentralisasi juga masih banyak. PEMEKARAN daerah yang terjadi dengan cepat telah mengakibatkan RESOURCES' ALLOCATION lebih banyak terarah kepada kebutuhan Overhead Costs dan biaya aparat. Sehingga manfaat langsung yang dirasakan rakyat belumlah optimal. Pembangunan daerah padahal menjadi kunci dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara lebih merata dan berkeadilan.
Peran di kancah internasional perlu juga direvitalisasi untuk memberantas penjajahan dan penindasan. Diplomasi internasional (Politik, Ekonomi, maupun Budaya) merupakan kunci kesuksesan Indonesia dalam rangka melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi.
Untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, Ketahanan Nasional harus dapat diterjemahkan secara kongkrit dalam bentuk kebijakan maupun langkah-langkah untuk mewujudkan ketahanan politik, ekonomi, dan budaya, serta dalam konteks Ketahanan Rakyat secara luas.
Semoga catatan ini dapat bermanfaat.
Jakarta, Hari ke 23, Bulan Ramadhan 1432H.
(Prasetijono Widjojo MJ)
Prinsip-Prinsip:
1. Untuk mewujudkan Negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur, maka Panca Sila harus ditegakkan.
2. Pembukaan UUD 1945 diterjemahkan ke dalam bentuk operasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang Adil dan Makmur.
3. Keutuhan NKRI harus dijaga dan terus dipertahankan dengan semangat Persatuan yang dijiwai ole Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
4. Kekayaan Nusantara yang beragam di bidang ekonomi, sosial, dan budaya dikelola dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Sehingga kohesivitas nasional akan terbangun kokoh. Semangat persatuan semakin kuat tertanam dalam jiwa rakyat Indonesia.
5. Transformasi Bangsa Indonesia menuju bangsa yang lebih maju ditujukan untuk memberantas penjajahan dan penindasan dalam segala bentuknya berdasarkan Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial.
6. Pembangunan Nasional diperkokoh dan dipercepat dengan memanfaatkan IPTEK secara cerdas, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan.kelestarian lingkungan.
KOMENTAR, KOMENTAR DAN KOMENTAR:
Prof Masyhuri:
Trims mas pras, sering2 aja nulis di milis spt inin sangat most welcome. Pak sekjend purlu sharing juga
Salam
Mhr
Prof Fuad:
Yth. Pak Prasetiyo W.,
Maos tulisan panjenengan meniko, matur kesuwun sanget. Kulo inggih saweg
nggarap proyekipun TNP2K, nanging bingung sanget soalipun amben minggu dipun
paringin data ingkang benten-benten lan kadang-kadang jumpalitan. Kulo
mboten wantun komenten, amargi sak meniko sak saweg ruwet sanget. TV One,
Metro TV, Global TV, Trans TV saweg koprol sedoyo. Ugi poro eksekutif,
yudikatif, legislatif sedoyo sami udrek piyambak. Menopo mboten wonten
ingkang mbisiki ingkang lngkung sae menopo nggih ?????
Mugi-mugi kondisi LYBIA mboten nular dateng Indonesia. Wassalam, NF
Prasetijono W:
Prof. Noor Fuad Yth.
Saya dulu sempat menangani kemiskinan di Bappenas selama hampir tiga tahun pada 2007-2010. Sekarang saya menangani ekonomi secara luas. Persoalan mendasar yang dihadapi (termasuk oleh TNP2K) adalah sinergi antara Pusat dan Daerah. Persoalan kemiskinan seharusnya menjadi komitmen seluruh komponen bangsa. Sehingga upaya penurunan kemiskinan benar-benar dilaksanakan oleh seluruh stakeholders baik di pusat maupun di daerah. Untuk menghasilkan program yang efektif jelas bahwa data yang akurat menjadi sangat penting. Sementara ini data terbaik yang kita punyai adalah data BPS, yaitu Data Makro (dasarnya Susenas) dan Data Mikro yang didapat dari PPLS08 (Pendataan Perlindungan Sosial) yang pernah dilakukan di tahun 2008 dan tahun 2011 ini akan diupdate. Data makro hanya memberikan gambaran umum angka kemiskinan di tingkat nasional dan propinsi di daerah perkotaan dan perdesaan sesuai Garis kemiskinan yang ditetapkan. Sementara data mikro (PPLS08) memberikan gambaran RT miskin by name by address sehingga kita tahu persis siapa yang termasuk kelompok miskin pada tingkat rumah tangga. Data PPLS dikelompokkan menjadi data RT Sangat Miskin, RT Miskin, dan RT Hampir Miskin. Data mikro ini diharapkan dapat memperbaiki targetingnya. Di media, para pengamat dan politisi memang seringkali memperdebatkan soal metodologi pengumpulan data dan definisinya. Namun mereka juga tidak secara jelas memberikan solusinya. Data BPS akan terus diperbaiki agar lebih realistis sesuai dengan perkembangan.
Dari sisi pemerintah, ada dua kelompok program yang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh kepada penurunan kemiskinan. Pertama, program yang bersifat umum (untargeted) yang sasarannya luas dan kita tidak dapat mengidentifikasikan secara by name by address siapa penerima manfaatnya. Program-program umum ini biasanya lebih menyeluruh sifatnya seperti program pendidikan, pelayanan kesehatan, dsb. Kedua, ada juga program-program yang lebih jelas targetnya seperti PKH (Program Keluarga Harapan), PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), Pelayanan Kesehatan untuk orang miskin (Jamkesmas), RASKIN (Beras untuk orang miskin), dan Bea Siswa untuk orang miskin. Program-program ini terus diperbaiki dalam konteks pelaksanaannya maupun deain programnya.
Persoalan di daerah adalah begitu cepatnya pemekaran daerah (dalam satu sistem politik multi partai) menyebabkan semakin sulitnya koordinasi Pusat-Daerah. Banyak anggaran teralokasikan untuk kebutuhan aparat, belanja barang, maupun overhead-cost, sementara anggaran untuk menanggulangi kemiskinan masih kurang. Manfaat yang dirasakan oleh rakyat miskin masih kurang pula. Pada saat yang sama desentralisasi kewenangan maupun keuangan kadang dibarengi dengan maraknya inefisiensi maupun pemburu rente di tingk at daerah. Akibatnya dana yang terbatas tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran.
TNP2K menurut saya sudah harus berfikir lebih maju tidak hanya sekedar membangun modal sosial tetapi juga modal ekonomi bagi masyarakat miskin agar mereka benar-benar terentaskan dari perangkap kemiskinan. Demikian sharing saya Prof. Fuad. Semoga bermanfaat. UNtuk teman-teman yang berkenan terhadap posting ini (mungkin terlalu jauh dari bidang profesinya), email ini bisa langsung dihapus saja.
Wassalam,
PWMJ.
Prof Fuad:
Ysh. Prof. Prasetiyo Widjojo,
Wah pancen inggih Pak Pras, sunggguh membingungkan, karena dari Data Mikro, saya menemukan data kok Bupati termasuk dalam daftar orang termiskin ??????? Big Question Mark ???
Jadi dalam diskusi malah ngelatur, teman-teman ngomongnya : O sing jenenge Fulan, M.Sc kuwi pancen bener wong miskin kok ....... soale deweke kuwi Mantan Sopir camat ( MSc ) lan sing Ph.D. kuwi pancen sugih tenan ........ soale Pernah haji Duakali. he he he he he. Wah matur kesuwun nggih Pak Pras, informasinipun ! Kita mau ketemuan, belum jadi-jadi nih !!!
Wassalam, NF.
Hitapriya:
Ingkang Kinurmatan Mas Prasetyo & Mas Fuad,
Membaca tulisan anda berdua, wah bagi saya seperti melihat bulan dan bintang dilangit.
Terlihat dengan jelas tapi susah dimengerti dan terjangkau pikiran. Maklum saya sekedar seorang yg sekolahnya tukang batu.
Tapi saya bisa mengerti kalau hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan sangat menarik.
Nyuwun sewu, saya hanya sekedar mencoba mengerti.
Oleh karena itu saya hanya ingin nyuwun pirsa. Semoga dijawab oleh Mas Pras & Mas Fuad.
Mas Pras menyebutkan hal yang sangat menyeluruh dalam hal ekonomi :
- kondisi lingkungan strategis yg sudah berubah drastis : globalisasi, desentralisasi dan tentu saja reformasi politik yg keblabasen dlm hal tertentu
- overhead cost yg terlalu mahal, baik biaya pemerintah maupun biaya politik
- pertumbuhan & distribusi ekonomi yg jauh dari baik
- ketahanan ekonomi
- pemanfaatan sumber daya nasional yg tidak efisien/optimal
Saya jadi berpikir begini :
Wah ini masalah yg sangat kompleks sekali (tentu saja tidak bagi mas Pras).
Masalah ekonomi dikaitkan dengan masalah politik. Tentu saja ada kaitannya, tapi saya pikir kompleks.
Bisakah saya mengerti dengan disederhanakan dulu saja. Ekonomi jangan dikaitkan dg politik dulu.
Kalau mau melakukan perbaikan sistem harus mulai dari mana, dengan cara apa ?
Inipun masih sangat besar bagi saya.
Ada masalah makro & mikro, ada masalah ekonomi privat & publik yg saling terkait.
Ada masalah pertumbuhan & distribusi ekonomi yang juga kompleks bagi saya.
Jadi saya ingin mengerti yg lebih kecil dulu.
Didasari pada fakta yg terjadi pada saat krisis moneter.
Ternyata ekonomi skala kecil dan menengah lebih liat dan kuat menghadapi masalah ekonomi makro.
Jadi saya ingin bertanya :
- sebetulnya berapa % sih nilai ekonomi publik dibanding ekonomi nasional (APBN/D dibanding PNB/PDRB) ?
- sebetulnya berapa % populasi yg bekerja disektor publik ?
- apa yg riil diprogramkan pemerintah dalam hal ekonomi mikro-menegah dan kesempatan kerja ?
- apa sih masalah pokok dalam hal kebutuhan pokok dalam semua : sandang, pangan, rumah, "kerja", pendidikan, kesehatan, perjalanan.
Nyuwun sewu, sekedar bertanya, karena ingin tahu.
Mohon maaf kalau tidak runtut.
Semoga Mas Pras & Mas Fuad kersa menjawab.
Salam hormat.
Prof Fuad:
Romo Hita Ingkang kinurmatan,
Pertama, bagaimana kondisi kesehatan penjenengan Romo ? Tak dungakke terus mugo-mugo Gusti Allah tansah menyayangi panjenengan, dan saya yakin panjenengan sudah recover jauh lebh baik nggih ! Itu nampak dari penerawangan saya lewat tulisan panjenengan. ......... koyok Pak Permadi wae yo Romo !
Soal ongko, mungkin Pak Prasetiyo dapat memberikan gambaran, karena beliau pernah mengkaji di tahun 2007-2010, saya sedang mengkaji data terakhir, di mana banyak data yang membingungkan, dan saya sedang mencoba meneliti apa sumbernya yang kurang akurat, apa metodanya yang salah, formulanya yang salah, opo yo pancen datane sing digawe mbingungke ........... he he he he !
Memang di negara yang teknologinya belum begitu baik, sering terjadi seperti itu. Ada satu contoh di salah satu perusahaan, yang melayani customers di beberapa wilayah. Masing-masing melayani customernya dengan sistem yang berbeda2. Entah bagaimana, nampaknya sistem itu sudah berjalan 8 tahun, dan laporan dari masing-masing wilayahnya ke Direksi dilakukan secara manual. Direksi meminta kepada saya untuk membantu agar semua data dapat diakses secara langsung oleh Direksi ( Direksi baru ). .......... ternyata masing-masing wilayah membeli sistem dari negara yang berbeda, menggunakan hardware dan software yang berbeda ......... dan tidak dapat diintegrasikan ......... wah yo piye maneh ! Terpaksa dirombak total dan perlu penanganan secara serius, termasuk menggarap orang-orang yang tidak mau berubah.
Wis saiki panjenengan ojo mikir kokehan, kanggo ngaso wahe romo, akupun wis mulai ngokehi nongkrong nang ngisor wit pelem, nyetel lagu-lagu 80 an lan 90 an sambil mancing, nyekel poci nasgithel, nganggo kolor wis uenak.
Sugeng ngabuburit !!!! Monggo Pak Pras, dipun paringi ongko-ongkonipun ! Wassalam, NF
Hitapriya:
Keng Prof Fuad Ingkang Kinurmatan,
Pertama, kondisi saya sudah maju banyak, tapi dari kondisi pulih masih jauh.
Karena memang pemulihan hanya bisa berjalan secara thimik2.
Ngetik di komputer sudah bisa dilakukan secara cukup lancar, walaupun belum secepat dulu.
Berjalan, sudah lumayan, walaupun belum bisa berjalan cepat. Berjalan cepat baru sedikit2 mencoba.
Matur nuwun juga, sudah diperingatkan aja mikir kakehan.
Tapi ini agak tergelitik, dan mumpung ada Mas Pras. Pengin sedikit belajar.
Matur nuwun perhatian dan doa Mas Fuad.
Tentang diskusi Ekonomi Nasional.
Saya, jelas sangat tidak tahu tentang hal ini, karena bukan profesi saya dan bukan latar belakang sekolah saya. Hanya tukang batu.
Tapi saya agak ingin tahu mengenai sistem ekonomi nasional ini.
Sekedar pengetahuan umum.
Coba kita batasi hanya melihat dinamika ekonomi nasional saja, dengan menganggap kondisi fiskal & moneter stabil.
Saya pikir ekonomi yg baik kalau dia bisa menghasilkan : pertumbuhan, pemerataan, kesempatan kerja & ketahanan yg baik.
Hal ini terutama dihasilkan oleh ekonomi privat dengan dukungan ekonomi publik.
Ekonomi mestinya harus mempunyai komposisi yg baik dalam hal, sektoral, hulu-hilir dan ukuran usaha yg baik.
Mekanisme yg terjadi juga harus baik.
Kita bukan sistem komunis. Jadi ekonomi privat praktis berjalan cukup bebas.
Jadi timbul pertanyaan : seberapa sih nilai ekonomi publik dibanding ekonomi privat.
Tadi ada diskusi tentang pengentasan kemiskinan dan sejenisnya.
Ada fakta yg bilang bahwa ekonomi skala mikro - menengah lebih tahan goncangan dari pada yg besar.
Saya berpikir salah satu faktor ketahanan ini adalah mereka tumbuh secara alamiah, tanpa fasilitas negara.
Jadi saya berpikir : ngopeni pengentasan kemiskinan, kebodohan dan ekonomi mikro-kecil-menegah menjadi sangat penting.
Nyuwun sewu, namung mekaten kemawon.
Salam hormat.
Prasetijono W :
Halo Mas Hita dan juga Mas Fuad serta kawan-kawan yang lain. Semoga Mas Hita semakin sehat wal'afiat.
Terima kasih atas responsnya. ini sambil ngabuburit sambil acara bukber di kantor, saya coba menyampaikan (sharing) saja apa yang saya ketahui. Persoalan ekonomi sebenarnya mengkait dimana-mana. Coba tanya ke bu dokter atau pak dokter, meskipun profesi kita berbeda pada akhirnya dalam keseharian akan terlibat dengan persoalan-persoalan ekonomi. termasuk tukang batu he...he...he.
Kebetulan kita ditugasi untuk ngurusi ekonominya negara (secara luas sebut saja pembangunan ekonomi atau secara menyeluruh pembangunan nasional), dan dalam PROSESnya tidak bisa dipisahkan antara politik dan ekonomi. Tugas pemerintah melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belnja Negara) hanya mencakup sekitar 15-18% PDB (Produk Domestik Bruto). sisa nya adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh swasta dan masyarakat luas (termasuk pedagang asongan, tukang batu, dokter utk pelayanan kesehatan, dsb....dsb). Namun dalam tugas pemerintah melalui APBN dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar: (1) berupa kerangka regulasi (untuk mengatur), dan (2) kerangka anggaran yang benar-benar berupa program/kegiatan pemerintah yang anggarannya besar (infrastruktur, bantuan sosial, pendidikan, jaminan kesehatan, dsb).
Dalam prosesnya APBN (menurut UU) harus dibahas dan mendapat persetujuan DPR untuk menjadi UU APBN. Disinilah terjadi interaksi antara proses teknokratis dan politis. Makanya tidak heran kalau penyimpangan bisa saja (mungkin sering) terjadi pada saat pembahasan di DPR. Artinya dari rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah bisa saja berubah setelah dibahas di DPR (Badan Anggaran ataupun di Komisi-Komisi). Kalau kepentingan politik masuk berarti keadaan menjadi semakin tidak stabil (tidak jelas) karena politisi bisa s aja membawakan aspirasi diri sendiri, kelompok, daerah konstituen, ataupun partai yang mendukung mereka. ini yang menjadikan proses pengambilan keputusan semakin kompleks. Contoh: jalan desa yang seharusnya lewat Desa A bisa saja berubah lewat Desa B karena vested interest. Masih banyak lagi contoh yang bisa diambil (nanti saja kalau ketemu darat kita diskusi).
Dengan demikian, semua keputusan ekonomi yang menyangkut masyarakat luas pada hakekatnya adalah merupakan suatu keputusan politik. Dalam teori kebijakan publik KKN dapat terjadi karena adanya kolusi antara BIROKRAT, POLITISI, dan PENGUSAHA. Masing-masing ber-KKN sesuai dengan ketemunya KEPENTINGAN diantara mereka (Topik ini bisa jadi bahan seminar).
Berubahnya lingkungan strategis (GLOBALISASI dan DESENTRALISASI) telah menyebabkan proses pengambilan keputusan dalam kebijakan publik juga berubah. Globalisasi cenderung kearah liberalisasi dan berbasis IPTEK yang mengutamakan daya saing dan produktivitas. Sementar a desentralisasi semakin menonjolkan peran DAERAH dalam pembangunan nasional. Kewenangan Pusat berkurang, sumber-sumber juga semakin mengalir ke Daerah. Makanya banyak daerah yang pengin mekar. Ini semua ada konsekuensi biaya ekonomi dan politik. Cilakanya pada saat yang sama kita dihadapkan pada berbagai persoaln yang saya sampaikan seperti kemiskinan, pengangguran, kebuthan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dll, dll.
Oleh karena itu dalam email saya yang pertama saya sampaikan bahwa persoalan leadership menjadi sangat penting terutama untuk membangun SINERGI antara puasat dan daerah, membangun sinergi antar sektor, untuk mengurangi tumpang tindih, dan untuk mencapai efektivitas suatu program atau kegiatan. Semakin kedepan semakin banyak persoalan yang bersifat lintas (cross cutting) yang harus dikeroyok oleh pihak terkait untuk memecahkannya. Disinilah prinsip GOTONG-ROYONG berlaku.
Sampai disini dulu ya, nanti disambung lagi. Mudah-mudah bermanfaat.
Salam,
Prasetijono Widjojo MJ
Dokter Astihoet:
Hidup ini sdh susah , sulit lagee .... Jangan dibuat lbh sulit lagi dg mikir
Urusane negoro.
Terus terang aku ora mudheng blass mslh ekonomi politik , ekonomi makro maupun mikro .... Ekonomi nasional , ek private ....
He he he .....tak pikir ekonomi kuwi mung mslh dol-tinuku ... ?
Mergo ora mudheng , yo ora iso takon ..he he he ...
Meskipun aku seneng maca , mengikuti diskusi ne para pakar bank Dunia .... ?
Monggo2 dilanjut mas Pras , mas Fuad .... Ngenani takonane mas Hita , aku yo pengin maca pencerahane ....mugo2 wae iso semakin cerah atau malah tambah ketok o'on .
He he he
Tks mas Pras .... Rodo ono pencerahan !
Shg timbul Pertanyaan saya (yg berdasar penalaran awam dan sdrhana), ojo digeguyu yo !
Kenapa interaksi antara politik - pemerintah/birokrat - pengusaha utk mewujudkan bangsa ind yg sejahtera kok mesti memikirkan golongan /pribadi duluan ?
Akhirnya ya tujuannya mensejahterakan golongan/pribadi .... ? Memikirkan utk rakyat mana ?
Bgmn kalo yg pegang tampuk pimpinan/pemerintahan bukan dari gol politik ?
Mis dari gol tehnokrat ... ?
Kira2 bgmn ya ... ?
Nyuwun sewu , meski tampak lugu ....tp ini pertanyaan sy yg timbul spontan dari lubuk hati yg paling dlm ...he he he ...
Suwun !
Herbud:
Wah itu bukan pertanyaan lugu mbak Asti....tapi pertanyaan yg sangat mendasar dan mewakili suara hati nurani rakyat banyak mbak....saya sangat mendukung pertanyaan itu....
Wassalam Herbud.
Prasetijono W:
Bu Dokter pertanyaannya mendasar dan sulit, karena menyangkut perubahan mindset atau pola pikir para politisi ataupun elit negeri. Kalau semua tertib hukum (mengikuti UUD) tentunya kepentingan rakyat harus nomor satu. Kepentingan individu atau golongan menjadi nomor belakangan. Globalisasi yg lebih dijiwai liberalisasi dilatarbelakangi oleh kepentingan individu dan peran swasta yang lebih besar. Desentralisasi lebih dijiwai oleh spirit negara federal yg konon kata politisi lebih demokratis. Padahal Indonesia bukan federal dan bukan berbasis individualistik. Shg penerapan Pancasila dan Pembukaan UUD menjadi sangat penting utk merubah mindset tsb. Mudah2an tidak menjadi bingung. Ini sambil acara bukber di kantor. Salam.
Dokter Marsito:
Ass.ww.
ikut urun rembug, berdasar pertanyaan Asti.
Masalahnya, amanh UU, mensyaratkan Presiden, Gubernur dan Bupati, untuk bisa mencalonkan diri harus didukung oleh Partai. Sementara itu partai mesti minta harga yg hitungannya puluhan, bahkan ratusan M utk bisa didukung partai. Jadi utk mencalonkan diri saja, calon pemimpin harus nombok. Yg akan dicari gantinya saat jadi pejabat.
Utk mengubah itu semua, harus ada perubahan UU, dan itu hanya bisa dilakukan di DPR.
Berat memang.
Prasetijono W:
Mas Hita, yang baik.
Urusan moneter (uang beredar, lalu-lintas devisa, pengendalian inflasi) sekarang menjadi kewenangan Bank Indonesia (UU Bank Sentral), pemerintah tdk bisa intervensi. Ibaratnya BI seperti Negara dalam Negara, pemerintah disalahkan kalau campur tangan. Urusan Fiskal (anggaran, pajak, cukai, dsb) menjadi tugasnya Menteri Keuangan, ini juga menurut UU Keuangan Negara. Shg utk stabilisasi dan menjaga tingkat inflasi memang perlu koordinasi antara BI dan Pemerintah (Menkeu). Kalau dulu jaman ORBA ada Dewan Moneter (dulu Bappenas masih ada peran, sekarang tidak lagi). Inflasi yg tinggi menyebabkan daya beli menurun, akibatnya dapat meningkatkan kemiskinan.
Sekarang aktornya semakin banyak (BI, Menkeu, Menteri-menteri, DPR, DPD, dsb). Bahkan LSM, Media dan Masyarakat luaspun bebas bicara semaunya (Apakah ini demokrasi?).
Menjadi PNS bertugas melayani publik menjadi semakin tidak menarik, harus dilandasi niat yang ikhlas dan siap dicaci orang. Kalau benar ya biasa2 saja dan memang sudah seharusnya, namun kalau salah dicemooh orang.
Menurut saya kuncinya memang leadership dan merealisasikan kepentingan rakyat dalam kebijakan dan program. Shg seorang elit negeri harus tahu maunya rakyat, harus tahu kebutuhan rakyat. Itu mestinya menjadi program prioritas pemenang Pemilu. Kemudian dibuktikan hasilnya dalam menjalankan pemerintahan. Manfaatnya dirasakan rakyat. Kalau dapat seperti ini saya yakin tanpa dimintapun rakyat akan mendukung.
Walahu.alam bishowab.
Wassalam,
PWMJ.
Hitapriya:
Teman Tld70 yang saya hormati,
Wah diskusinya menjadi lebih seru.
Setahu saya, mencalonkan diri menjadi Kepala Wilayah (Nas,Prov,Kab,Kot) tidak perlu didukung oleh Partai Politik.
Di AS & Eropa Barat setahu saya juga tidak. Bisa menjadi calon independen.
Tetapi untuk pemilihan besar, tidak akan bisa menang kalau tidak berasal dari Partai Politik.
Di AS pernah ada calon independen Ross Perrot, yang berhasil maju sampai election.
Jadi praktis calon independen hanya bisa menang diwilayah kecil, mis. county kalau di AS, kota kecil di Perancis, misal.
Nah sekarang kalau kita menganut sistem demokrasi, apalagi pemilihan langsung, maka harus ada organisasi cukup besar yang menangani hal ini.
Nah organisasi itu bernama Partai Politik.
Repotnya sistem politik kita, akibat reformasi yg kelewatan, menjadi tidak benar.
Dalam hal apa :
- belum mempunyai dasar ideologi yg baik
- masih berbasis paternalistik pada tokoh yg punya duit banyak : Hanura, Gerindra, dll. ada juga yg tidak.
- semua partai baru, yg belum kokoh ..... belum punya sistem kaderisasi yg baik .....
- mental belum baik, sehingga sangat berorientasi kekuasaan berbasis perduitan .....
- banyak partai yang hanya hangat2 tai ayam ......
- kita semua juga masih cukup bodoh dalam hal memilih wakil kita (masak Nazaruddin wakil dari Jatim ??, sangat aneh)
Memang dibanding kondisi Singapura, Malaysia, kondisi politik kita sangat tidak sehat.
Ya sudahlah, inilah jalan yg harus kita lewati. Perubahan, saya pikir, tidak bisa dilakukan secara sak det sak nyet. Sebaiknya gradual.
Cara revolusioner dengan kekerasan akan menghasilkan kondisi chaos.
Contoh : Irak, Revolusi Perancis, dll.
Sebagai rakyat kecil bukan politikus, cara terbaik adalah ikut pemilihan dengan pemahaman dan pilihan yg baik.
Ini hanyalah sekedar pikiran pribadi. Mudah2an ada benarnya.
HS.
Dokter Astihoet:
Ini omong2 kosong aja yaaa .....
Bgmn kalo pimpinan negara ini seorang ahli moneter yg menguasai seluk beluk ekonomi dunia , maupun nasional ....mis . Sri Mul .... ? Dia non parpol , dari kalangan intelektual ....
Akankah kemiskinan dijamin terangkat dlm wkt singkat ? Akankah Inflasi terkendali ? Akankah rupiah bermartabat dimata dunia ?
Blm tentu juga .... Krn problem negara kita bukan dikebijakan seorang tp sdh lbh ke System .... Scr sistemis !
Kalo memang hrs revolusi ? Siapa takut ....? He he he ...
Wallahualam bisawab ....
Hitapriya:
Mas Pras, yang budiman.
Wah ini, jadi kursus banyak sekali. Matur nuwun, matur nuwun sekali.
Saya sudah membayangkan bahwa menangani ekonomi nasional ini elemen/faktor yg berperan sangat banyak sekali.
Berati masalah yg sangat kompleks.
Tadi saya mencoba sedikit memahami (sebagai tukang batu) dengan cara membatasi masalah , anggap moneter & fiskal stabil.
Tapi, setelah diterangkan Mas Pras, jadi sedikit pengin lebih tahu ttg moneter & fiskal.
Baik moneter ditangani BI (sudah seperti negara maju) : uang beredar, lalu-lintas devisa & inflasi ...... apakah juga termasuk kurs ....
Terus instrumennya apa ya ?, apa : pemusnahan & pencetakan uang, kontrol tranksansi devisa, suku bunga BI, penggelontoran & penarikan devisa, penetapan kurs (mengambang, fix, dan yang lain). Apa benar Mas Pras, nyuwun sewu sak dermo mumpung ada Mas Pras.
Sekarang mengenai fiskal : anggaran, pajak, bea, cukai ..... apakah juga termasuk pemasukkan dari SDA yang besar2 : minyak, gas alam, dsb.
Wah ini sangat penting. Seperti apakah komposisi penerimaan APBN/D, berapa % pajak, bea&cukai dan SDA ?
Nah, disini kok sepertinya kita masih sangat2 kacau ...... nyuwun sewu hanya sedikit bertanya, mumpung ada Mas Pras.
Anggaran ...... nyuwun sewu, mengapa menganut anggaran defisit, apakah betul belanja modal relatif kecil dibanding belanja rutin (padahal tanggung jawab pemerintah kan : regulasi, infrastruktur, semua PSO) , apakah item penganggaran sudah sesuai dengan kebutuhan sehingga tidak perlu lagi realisasi yg bukan korupsi tapi masih harus me-reka2, dsb.
Pajak ....... wuiiih kok sepertinya kompleks, mengapa masih banyak yg bocor, berapa bocornya, apakah obyek, wajib dan tingkat pajak sudah baik, apakah distribusi pajak juga sudah tepat ? ....
Penerimaan SDA ..... rasanya kok ya masih banyak lemahnya, katanya Tembagapura banyak mengandung emas yang tidak masuk dalam kontrak konsensi, production sharing apa juga sudah baik ? ......
Nyuwun sewu Mas Pras, hanya sak dermo mumpung ada Mas Pras, kesempatan bagus untuk belajar.
Salam hormat.
HS
Hitapriya:
Asti yang terhormat,
(He, he, he, he, ...... agek iki ngaturi Asti yang terhormat).
Saya sangat setuju dengan Mas Pras tadi, yg penting leadership.
Tehnokrat lebih tepat untuk menangani masalah teknis ekonomi, teknis kesehatan, dll.
Salam.
HS
Dokter Marsito:
Asti,
Di Indonesia, sistem politik kita belum memungkinakan untuk itu. Barangkali Asti sudah baca tulisan Pras, bahwa APBN yg sudah dirancang oleh pemerintah baru bisa dilaksanakankalau DPR setuju. Memang Sri M bisa maju dg Partai SRI. Tetapi ketika dia, katakanlah, terpilih sebagai Presiden, namun Partainya tidak memperoleh kursi di DPR yg signifikan, bisa-bisa semua rencana program yg diajukan Sri M sebagai Presiden nggak bisa terlaksana. Makanya di DPR itu sekarang ada istilah "mafia anggaran". Itu yg terjadi saat ini,
Arief Djokobudiono:
Yth. Sedulur2.
Sejak tadi saya menyimak diskusi ini. Sambil terus ikut menyelami komentar dan pendapat teman2. Negara kita sangat luas, berbagai hal banyak yang harus ditampung.
Saya berdoa apa yang disampaikan Mas Pras, kita pada saatnya masih bisa meruhi kepemimpinan negarawan yang memiliki hati nurani. Pemimpin yang mampu membawa Indonesia Gemah Ripah Tata Tentrem Kerta Raharja, yang dilandasi dengan soft power dan smart power. Semoga kita masih bisa “menangi“.
Tadi siang saya juga sempat diskusi dengan isteri menteri, Ani Freddy Numberi cukup lama 2 jam, sesuai versi beliau tentang negara ini beliau melihat dari perspektif lain. Ing atase wong Papua. Menarik juga. Beliau bicara tentang memfasilitasi generasi muda mewadahi, dipersiapkan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan negara kepulauan terbesar di dunia ini.
Semoga .....
ADB.
Prof. Masyhuri:
Jadi bagaimana memperbaiki masa depan bangsa ini?pengalaman masa reformasi ini siapapun presidennya hasilnya mengecewakan semua. Apabetul statemen bahwa demokrasi liberal tidak cocok utk negara berkembang, setelah maju baru cocok. Grand strategi negara adidaya adalah melemahkan negara berkembang dg mendukung demokrasi dan ham. Banyak contoh, pilipina dulu th 50an adalah negara maju asia no 2 stlah jepang, skr pasca marcos porak poranda, skr neg arab dihancurkan.
Salam
Mhr
Prof. Edhi Martono:
Salamualaikum:
Teman-teman, saya senang sekali bahwa media kecil yang kite miliki ini sungguh terus bertambah gayeng dengan berbagai isian yang memperkaya khasanah kita, lahir - batin. Mencari ilmu dan mendapatkan ilmu ternyata bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Kekayaan batin yang terus bertambah mudah-mudahan makin mengurangi grusa-grusu, menambah wawasan pertimbangan, tidak sembarangan menuduh (atau juga lengsung percaya), mengurangi fitnah dan pada akhirnya, mengakrabkan persaudaraan dan mengencangkan tali silaturahim. Mudah-mudahan akan selalu demikianlah adanya. Suatu jenis 'iktikaf ilmiah' luarbiasa oleh rekan2 sekalian, yang dimulai oleh mas Pras dengan renungannya! Semoga barokahNya senantiasa mengalir!
Satu lagi untuk rekan2 muslim: Ramadhan hampir usai. Kita waswas dan sedih, sebab rasanya hanya sedikit amal ibadah yang dapat kita lakukan. Namun semoga amal ibadah yang kita lakukan cukup berharga di hadapanNya. Selamat Idul Fitri 1342 H ... TaqobalalLahu minnaa wa minkum. Kulu'amin wa antum bi khaiirin ...
wassalam,
edmart & famili.
Prasetijono W:
Tks teman2 semua. Diskusi jadi ramai. Saya belum dengar komentar pak Sekjen EMEL yg ngurusi pengangguran.
Anyway, utk mas Hita, memang BI juga melakukan stabilisasi kurs. Ini tergantung seberapa kuat ekonomi kita (cadangan devisa dll). BI juga mengendalikan inflasi melalui inflation targeting, shg mereka hati2 sekali dalam menentuka bunga SBI. Biasanya bunga SBI akan dipasang cukup tinggi agar ngerem inflasi. Namun akibatnya sektor riil bisa melambat. Disinilah debat antara kelompok monetarist (spt Boediono) dengan kelompok strukturalist Keynesian yg lebih percaya kpd manajemen sektor riil, bukan manajemen moneter. Padahal kesejahteraan rakyat akan meningkat secara kongkrit kalau sektor riil bergerak. Meskipun kalau inflasi tinggi juga akan menggerus daya beli. Disinilah diperlukan koordinasi fiskal dan moneter. Dulu jaman ORBA pak Harto betul2 memperkuat koordinasi itu melalui peran Bappenas (Widjojo Nitisastro dkk). Selama 25 tahun ekonomi bisa tumbuh 7%. Ini jaman sentralistik yg cenderung otoriter dan collapse mengikuti krisis 1997/1998.
Sekarang di era reformasi, UUD sudah diamandemen 4 kali. Indonesia gambarannya menurut saya seperti BANCI (gak jelas). Pemerintahannya Presidensiil tetapi praktek politiknya seperti federal dan ada bikameral (DPR dan DPD). MPR bukan lagi lembaga tertinggi yang menentukan GBHN, tetapi hanya ceremonial saja (seperti Joint Session DPR dan DPD).
Kalau aspirasi rakyat dapat ditampung di DPR dan DPD mungkin tidak masalah. Namun sering aspirasi tsb tidak dapat disalurkan via wakil rakyat. Akhirnya yang muncul adalah demo jalanan, thawaf di bunderan HI dsb. Bahkan ini menimbulkan bisnis baru Demo bayaran. Inilah potret politik era reformasi kita.
Manajemen pembangunan juga semakin kompleks karena Kabinetnya PELANGI, karena sebagian para menteri berasal dari partai-partai bukan pemenang Pemilu. Makanya pak Marsito betul bu dokter, siapapun Presidennya akan mengalami hal yang sama. Akan mudah ditekan oleh DPR. Kecuali dia (Presiden) punya strong leadership yang bisa ngayomi dan diterima oleh semua stakeholders.
Mungkin sekian dulu, nanti disambung lagi. Salam.
PWMJ.
Sudjendro:
Mas Prasetijono...bravo, salut buat mas Pras..telah memberikan gambaran ekonomi nasional secara luas walaupun hanya sekilas. Alhamdulillah mendapat respon positip dari komunitas kita ini. Saya senang sekali kalau apa yang disampaikan mas Pras ini dapat di break down per sektoral oleh teman2 yang membidangi di lapangan setidaknya menurut pengalaman masing-masing, misal sektor kesehatan (banyak dokter di komunitas ini), sektor pendidikan, sektor tenaga kerja, sektor konstruksi, sektor pertanian, sektor budaya dll. Selamat bekerja. Maju terus pantang mundur..!
Salam buat semua,
-sudjendro-
Dokter Astihoet:
@pak Masyhuri :
Memang kondisi masy kita blm saatnya dipimpin scr demokrasi liberal ... Makanya siapapun presidennya .... Msh mengecewakan , krn masalahnya systemis , sdh kadhung menggurita .... Tdk bisa dg tebang pilih ,
Hrsnya dihabisi semua , ganti total ....revolusi namanya .... ?
Sudjendro:
Mbak Asti..
"Revolusi total..?" Kalau ada "sistem" yang lebih baik kenapa tidak..!
Salam,
Herbud:
Kiai Mustofa Bisri pernah menyampaikan, bahwa untuk menyelesaikan permasalahan di Indonesia...harus dilakukan "Revolusi Mental".....jadi usulan mbak Asti...betul sekali..
Wassalam Herbud.
Sudjendro:
Mas Herbud...saya setuju. Saya masih ingat di jaman ORBA pernah didengungkan bahwa pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya yaitu pembangunan fisik dan mental. Rupanya pembangunan mentalnya kedodoran sehingga timbullah "kesenjangan" seperti apa yang dikemukakan mas Pras..
salam,
Prasetijono W:
Teman2 Ytc.
Memang betul yg disampaikan teman2 ada persoalan mentalitas yg hanya Allah yang mengetahui (seperti kata mas NF). Saya setuju. Makanya saya tidak berani masuk ke area itu (bukan experties saya). Saya sebut dalam posting saya perlu merubah MINDSET para ELIT NEGERI. Pola pikir pada dasarnya memang dilatarbelakangi oleh BELIEFS atau KEYAKINAN yang kalau dipraktekkan terus menerus akan menjadi KEBIASAAN, selanjutnya menjadi ADAT ISTIADAT, dan akhirnya menjadi BUDAYA. Proses terbentuknya budaya tsb terjadi mulai dari masing2 individu kemudian pada satu kelompok sosial (karena interaksi individu), akhirnya menjadi budaya suatu kaum, suku, atau budaya bangsa.
Mas NF betul sekali, karena dalam Al-Quran juga sdh dijelaskan (Surah Al-Hujurat ayat 13): bahwa Allah menjadikan manusia dari seorang laki-laki dan wanita, dijadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, untuk saling mengenal. Namun yang lebih mulia di hadapan Allah adalah mereka yang bertakwa.
Seandainya betul bahwa KKN sudah menjadi suatu budaya bangsa kita, wah ini berat sekali merubahnya. Tetapi kalau hanya para elit saja yang KKN, mungkin people's power seperti di Philippine masih bisa merubah situasi. Seperti yg terjadi saat krisis Mei th 97/98 di Indonesia.
Pada akhirnya memang persoalan leadership (pada setiap tingkatan pemerintahan) menjadi sangat menentukan untuk membangun negeri ini dengan baik. Apalagi sekarang ada desentralisasi.
Pertanyaan mas Hita soal BI sangat spesifik dan teknis, mungkin saya respon agak belakangan. Atau benar mas NF kalau bisa ketemu darat lebih gayeng.
Walahu'alam bishowab.
Wassalam,
PWMJ.
No comments:
Post a Comment