Tuesday, February 6, 2018

Behavevioral Economics

Melalui riset yang dilakukan para ahli *Behavioral Economics,* ditemukan beragam “bias” atau “systematic thinking error” yang acap menyelinap dibalik sanubari kita. Hasil riset dimaksud telah disampaikan/diposting oleh mbak Asti di WAG ini bbrp waktu yg lalu. Silahkan dibaca lagi.

Lalu apa yg dimaksud dengan *Behavevioral Economic* itu?

Bayangkan kita berada di suatu supermarket.

Kita hendak berbelanja dan kita mempunyai daftar barang yang akan kita beli hari itu, anggap saja kita hanya akan membeli sebotol sampo. Dan ternyata etalase alat-alat mandi, termasuk sampo, berada di ujung pojokan dari arah kita masuk. Pertama kali kita memasuki area supermarket, kita melihat sekumpulan barang-barang bertumpukkan entah itu berupa makanan, barang pakai, dsb. Tak hanya bertumpukkan, barang-barang tersebut mempunyai label super besar yang bertuliskan diskon 50% lengkap dengan periode diskon dan perubahan harganya, dari harga lama yang dicoret kemudian diganti dengan harga baru yang kini hanya setengahnya saja. Kita sedang tidak terburu-buru, jadi ah tidak ada salahnya untuk sekedar melihat-lihat, siapa tahu ada barang menarik yang sedang diskon di sana. Beberapa menit asyik mencari-cari, ternyata ada juga nih peralatan makan lengkap bermerek yang sedang diskon. Ah mumpung diskon, kapan lagi? Lebih baik beli sekarang saja, kalau nanti pasti harganya naik lagi. LUMAYAN… Masuklah satu set peralatan makan itu ke dalam keranjang belanja kita.

Rak sampo masih di ujung pandangan kita rupanya. Lihat-lihat sekitar dulu ah sambil berjalan menuju ke sana…

Melewati lorong makanan ringan dan biskuit kita melihat beberapa produk yang asing di mata. Ada snack baru rupanya. Penasaran, apa sih? Kayanya enak. Beli deh buat nyobain, satu aja yang kecil. Biskuit itu juga kayanya seru deh rasanya. Boleh lah sesekali beli.

Lanjut melewati lorong alat-alat kebersihan rumah tangga, nyaris mencapai rak sampo.

Di sini hanya ada sabun cuci, detergen, pewangi, tissue dan sebagainya. Tetap ada promo-promo seperti beli dua gratis 1, beli sabun cuci piring gratis spons, beli detergen gratis piring, dsb. Tapi merasa itu bukan suatu hal yang sedang dibutuhkan saat ini, jadi kita lewati mereka begitu saja.

Tibalah di depan rak sampo. Di sana sudah dari tadi berjajar beragam produk sampo mulai dari yang sering terdengar di iklan televisi hingga merek yang baru diketahui keberadaanya. Tak perlu pikir panjang, ambil saja sampo langganan dengan merek yang sering mucul di iklan TV tentunya. Sudah lelah berputar-putar di supermarket, langsung saja kita meluncur ke meja kasir.

Barang apa yang awalnya kita rencanakan beli? Sampo.

Barang apa yang akhirnya kita beli? Sampo, peralatan makan, snack, biskuit.

Mungkin kurang-lebih itulah gambaran tentang Behavioral Economics. Intinya adalah, pengambilan keputusan kita (economics) dipengaruhi oleh pertimbangan lain seperti kondisi psikologi kita (behavioral). Seperti contoh di supermaret tersebut, kita akhirnya membeli barang-barang yang tidak ada dalam daftar belanja kita. Mengapa demikian? Karena ada alasan dan rasionalisasi. Apakah logis dan rasional? Belum tentu!

Pada kasus keputusan kita membeli peralatan makan karena sedang diskon mungkin terlihat rasional. Jika kita tidak membeli sekarang, harganya akan menjadi dua kali lipat, dan kita akan “rugi” jika tidak membelinya sekarang. Benarkah kita rugi? Bukankah kita justru telah kehilangan uang untuk membelinya? Apakah memang benar peralatan makan itu adalah sesuatu yang kita butuhkan sekarang dan nanti? Jika sekarang peralatan makan itu tidak diskon, apakah kita pasti akan membeli peralatan makan tersebut nanti?

Beda kasusnya jika kita memang berencana akan membeli peralatan makan, namun masih belum tahu kapan waktunya. Memilih membeli peralatan makan di saat sedang periode diskon tentu menjadi sebuah keputusan yang tepat dan rasional. Jika ternyata peralatan makan tersebut tidak kita butuhkan sampai nanti sementara kita telah terlanjur membeli meskipun dengan harga miring, apakah keputusan kita sudah tepat? Saya rasa tidak.

Pada kasus keputusan kita membeli snack dan biskuit hanya karena penasaran sudah jelas tidak rasional. Kita hanya mengikuti hasrat, bukan kebutuhan. Mungkin awalnya kita memang tidak berhasrat untuk membeli snack dan biskuit itu, tapi karena ada perangsang/pemicu berupa produk baru atau varian baru maka rasa penasaran kita semakin bertambah dan memuncak sehingga perlu dilampiaskan dengan cara membelinya. Tetapi kita masih mempunyai excuse lainnya. Karena barang tersebut bukan hal yang sebenarnya kita perlukan, jadi kita hanya membeli yang ukuran kecil. Sebuah pembenaran atas tindakan yang salah. Tetap saja salah.

Sementara itu, ketika kita melewati bagian alat kebersihan kita tidak membeli apapun meskipun di sana terpampang banyak promosi menarik. Hal ini mungkin bisa terjadi karena memang kita sedang tidak memerlukannya saat itu. Pun ditawari diskon atau promosi seperti itu rasanya tetap saja kurang menggiurkan. Barang itu sendiri mungkin sifatnya “inelastis”, bukan konsumsi sekali pakai habis dan tingkat marginal utilitasnya tidak terlalu besar. Beda dengan barang konsumsi cepat habis.

Pada keputusan membeli sampo juga sebenarnya tidak semuanya berdasarkan rasionalitas. Justru ada bias di sana. Sebagian orang mungkin termasuk sebagai “korban iklan”. Mereka percaya dengan apa yang mereka saksikan di iklan, atau setidaknya percaya bahwa produk-produk yang ada iklannya itu merupakan produk yang kualitasnya lebih baik dibandingkan produk yang tidak ada iklannya. Hal ini merupakan bias informasi: hanya karena kita mendapatkan informasi berupa iklan kita bisa memutuskan produk mana yang lebih baik. Hal ini tentu dapat menyebabkan produk-produk yang tidak diiklankan tidak akan mendapat penggemar padahal kualitasnya belum tentu lebih rendah.

Ya, mungkin seperti itu gambaran kecil bagaimana hal-hal yang menurut kita logis/rasional, padahal sebenarnya tidak, dapat mempengaruhi keputusan kita sehari-hari. Behavioral Economics mencoba menjelaskan mengapa terjadinya hal demikian dilihat dari sudut pandang perilaku manusia.

Selamat datang di dunia irasional, dunia yang sebenarnya sudah sejak dari dulu kita huni.

Salam irasional!

No comments:

Post a Comment