Saya seorang pramuka Sleman, anggauta DKC Sleman, yang menjadi relawan di TPS Kepuhharjo, yang sekarang harus pindah ke TPS lain di zona aman 22 km. Para pengungsi terpisah-pisah di beberapa TPS setelah letupan Merapi tgl 5 Nop, dan saya bertugas di TPS dengan pengungsi 4000an. Ssaya mengamati pada beberapa pengungsi nampak apatis, tatapan kosong, tidak mau makan dan mandi, dan duduk selalu menyendiri dari teman-temannya. Saya khawatir mereka mulai stres, atau lebih berat lagi menjadi depresi seperti tulisan kak Inu di rubrik ini waktu lalu. Gejalanya persis.
Saya dan teman-teman pramuka lain yang menjadi relawan di berbagai TPS ingin bisa menolong mereka kak. Disini saya bertanya sebagai pramuka kepada kak Inu yang mantan anggauta Dewan Kerja Daerah Pramuka Kwarda DIY “tempo doeloe”. Bagaimanaa membantu mereka meengatasi stres nya dan bagaimana upaya preventif untuk mencegah stres berat yang bisa menjadi gangguan mental?
**************
Pertama kali saya ucapkan salut pada adik-adik pramuka Sleman yang telah “cancut taliwandha” menjadi relawan pada Tempat Pengungsian Sementara (TPS) korban Merapi sejak semburan awan panas, lahar dan debu pertama kali menghantam Cangkringan dan sekitarnya di Sleman. Saya melihat di koran dan Fb foto pramuka Sleman menjadi juru masak di TPS. Mengharukan. Juru masak sangat dibutuhkan di TPS bahkan ada bupati yang sampai menangis tersedu-sedu di TV karena keesulitan mencari juru masak untuk TPS-TPS di wilayahnya. Pramuka itu siap menolong dan wajib berjasa, nah, janji ini telah anda praktekkan dengan sangat baik.
Bencana alam, seperti gempa bumi hebat, banjir dan gunung meletus selalu memberikan hantaman psikologis atau mental manusia yang terkena. Bila fisik, tak semua orang kena cedera dari bencana alam itu, tapi psikis, semua orang pasti mengalami goncangan mental. Sesungguhnya ini wajar, karena hal ini merupakan “reaksi siaga” dari mental manusia, tapi bila berkepanjangan akan menjadi stres. Dan stres yang lama pada gilirannya akan menetap menjadi suatu jenis gangguan mental yang cukup beragam bentuknya.
Gangguan mental dan perilaku yang sering terjadi pada korban bencana alam ada beberapa, seperti stres akut, stres paska trauma, gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan penyesuaian, histeria-konversi, depresi dari yang ringan sampai seberat-beratnya dengan atau tanpa gejala psikotik, dan psikosis eksaserbasi (kambuh) dan psikosis awal.
Kasus-kasus seperti yang anda laporkan kemungkinan sudah bukan stres lagi, tapi sudah suatu gangguan mental, yaitu depresi dengan warna psikotik. Ini sudah perlu pengobatan. Anda bisa menghubungi pos ko kesehatan terdekat, melaporkan adanya beberapa kasus ini, dan petugas posko akan menghubungi para residen psikiatri (calon dokter jiwa) yang akan bertindak dengan bimbingan seniornya masing-masing. Atau anda bisa menghubungi RS Grhasia yang sekarang “mengungsi” ke kantor Panti Bina Karya Dinas Sosial Jogyakarta di Jl.Godean. Cukup laporkan di TPS ini ada beberapa orang dengan gejala seperti ini dan esoknya psikiater dan perawat jiwa akan datang dengan ambulans.
Psikoterapi dan terapi psikofarmaka akan langsung diberikan ditempat dan bila gejalanya cukup berat hingga mengganggu orang-orang di sekitarnya, akan dipondokkan ke RSJ Klaten karena RS Sarjito dan RS Grhasia sendiri penuh. Tim Yankeswa dari RS Sarjito dan RS Grhasia memang telah datang ke TPS-TPS tapi karena banyaknya TPS mereka belum tentu sampai ke TPS anda.
Tim Yankeswa bencana dari RS Sarjito dan RS Grhasia ini keluar tiap hari ke TPS-TPS, terdiri atas psikiater, perawat jiwa dan psikolog. Untuk daerah Sleman tim ini akan bergabung dengan para psikolog Puskesmas Sleman dan para psikolog UGM ditambah lagi para relawan Magister Psikologi dari beberapa Fakultas Psikologi di Yogya yang membuka posko di TPS-TPS Sleman.
Tapi akan cukup sulit bila Tim Yankeswa itu datang dan harus memeriksa 4000 pengungsi di satu TPS, meski mereka menyebar angket “screening” kesehatan mental. Pagi hari Tim ini datang banyak pengungsi jalan-jalan mencari kebutuhan sehari-hari ke luar TPS, sehingga tiap kali datang Tim ini paling banter memeriksa 100-200 org. Maka informasi/laporan anda sebagai petugas harian TPS akan sangat penting dan sangat dibutuhkan. Tim Yankeswa aakan langsung “menangkap” 10-20 kasus yang dilaporkan dan langsung memberikan terapi adequat berikut diagnosis yang dicatat untuk tindak lanjutnya kemudian. Pengobatan gangguan mental tak cukup sekali bukan? Harus ada tindak lanjutnya beberapa kali ketemu di hari kemudian.
Tim Yankeswa bencana dari RS Sarjito maupun Grhasia ini selain pemeriksaan dan pengobatan kesehatan jiwa juga mengadakan Terapi Senam Hipnosis Relaksasi yang dikerjakan perawat-perawat jiwa terlatih pada seluruh pengungsi di TPS. Terapi Senm ini bertujuan mengajak para pengungsi untuk relaksasi fisik meupun mental dengan narasi-narasi tertentu dari para petugas untuk supaya mereka bisa “menerima bencana ini” dengan ikhlas dan rela hati.
Anda para relawan di TPS bisa “meniru” latihan senam ini, dengan senam biasa saja tiap pagi atau sore. Latihan “gerak badan” adalah cara paling efektif untuk menghilangkan stres. Secara psikis akan memberikan kegembiraan dan semangat, sedang secara fisik menyebabkan aliran darah mengalir kencang ke seluruh organ tubuh termasuk otot-otot sehingga menurunkan kadar adrenalin yang menyebabkan hilangnya ketegangan, kemarahan, dan stres. Apalagi bila adik-adik pramuka menambahinya dengan latihan-latihan “disini senang disana senang” dengan berbagai permainan yang cocok untuk orang-orang tua, muda dan anak-anak.
Untuk mereka yang cenderung mulai depresi, pengalaman gempa dahsyat Bantul yang memakan korban meninggal 7000 orang dan akhirnya bisa “survive” dalam tempo setahun, bisa menjadi contoh yang baik yang akan saya tulis khusus minggu depan.
Selain senam gerak badan tiap pagi dan sore, acara diskusi kelompok semacam FGD atau Terapi Aktivitas Kelompok sangat bermanfaat. Masing-masing relawan dengan mahasiswa magister psikologi mengumpulkan 10 orang pengungsi untuk berbicara dan berdiskusi tentang “diri mereka dan problem mereka” sendiri. Apa saja yang menjadi uneg-uneg para pengungsi bisa dikeluarkan dalam group ini. Masing-masing bergiliran bicara dan mendapat respons dari anggauta dilsusi sendiri.
Ini juga mirip dengan Narcotics Anonimous bagi para pecandu napza. Segala hal yang membebani pikiran bisa dikeluarkan dengan bebas disini sehingga tidak menjadi endapan-endapan “lahar dingin” di hati yang bisa memicu timbulnya “erupsi” gangguan mental dan perilaku. Jangan lupa mencatat nama-nama pengungsi yang anda curigai punya problem mental dan anda laporkan ke petugas Tim Yankeswa lewat posko di TPS untuk ditindaklanjuti secara empatik dan adequat.****
Sumber:
http://www.facebook.com/home.php?#!/notes/inu-wicaksana/menanggulangi-stres-dan-gangguan-mental-di-tempat-pengungsian-tps-merapi/10150089609066672
No comments:
Post a Comment