HUMOR
Seorang ibu rumah tangga yang cerdas, Ny Ri, yang bekerja wiraswasta membantu suaminya usahawan tembakau dan sarang burung di Temanggung, menulis ke rubrik kita ini. Apakah memang humor dibutuhkan dalam kehidupan berumah tangga? Apakah humor itu menyehatkan?
Suaminya pekerja keras, tapi sangat pemarah dan mudah tersinggung. Mereka sering berselisih pendapat tentang cara mendidik anak dan berhubungan dengan tetangga. Demikian seringnya terjadi pertengkaran sehingga ancaman perceraianpun mulai muncul.
Suatu ketika sang suami ronda di kampung dan mabuk, berjalan-jalan di lorong kampung sambil berteriak-teriak tak karuan disaksikan orang banyak. Ny.Ri sangat malu tapi tak berani memperingatkan karena suaminya akan marah-marah esoknya. Maka Ny.Ri mengajak ibu-ibu tetangganya membeli sebotol miras yang murah dan mereka meminumnya sedikit di depan suami. Lalu mereka bergaya mabuk, berjalan sempoyongan dan bicara berceloteh. Sang suami tertawa ternahak-bahak, menghentikan semuanya itu dan, oke,oke, aku tak akan mabuk lagi, katanya.
Pada ketika yang lain suami membaca koran di teras depan rumah hanya dengan bercelana pendek bertelanjang dada. Ny.Ri itu sudah beberapa kali menegur hal itu malah diumpat-umpat. Akhirnya ibu itu dengan hanya bercelana pendek saja, tanpa baju hanya memakai kutang saja menyapu halaman depan rumahnya. Ini membikin kaget siapapun yang lewat dan kontan suaminya menariknya ke dalam rumah. Mereka tertawa-tawa dan sejak itu suaminya tak pernah bertelanjang dada lagi di luar rumah.
Suatu ketika saya harus menyelenggarakan seminar dengan teman-teman saya para dokter ahli berbagai bidang di RSU swasta tempat kami bekerja. Panitia mengalami kebuntuan karena sedikitnya sponsor yang masuk. Akibatnya kami saling menyalahkan dalam rapat yang bertele-tele. Akhirnya saya katakan: “Oke, sekarang semua harus manut sama saya karena saya Menteri Kesehatan Khusus untuk Orang-orang gila”.
Kontan semua tertawa dan beramai-ramai mereka “menggarap” saya. Tapi saya balas dengan mengejek mereka masing-masing. Suasana buntu pun cair dan segar kembali. Akhirnya ide-ide mencari dana bermunculan dan seminarpun terlenggara dengan meriah.
Humor itu perlu untuk kesehatan. Orang bijak bilang humor itu menyehatkan. Tentu saja humor yang baik. Yaitu humor yang segar dan tidak melukai siapapun. Ini tidak mudah. Banyak orang yang, karena pembawaan, maunya membuat humor yang segar tapi selalu menyakiti orang lain. Akibatnya ia dijauhi teman-temannya. Orang harus berlatih untuk membuat humor yang sehat dan menyegarkan.
“Bila kau akan mengejek orang lain untuk humor, selalu ingatlah bagaimana perasaanmu kalau menerima ejekan seperti itu”, kata bapak saya almarhum di meja makan waktu saya masih klas VI SD. Atau dalam bahasa Jawa bapak mengatakan : “kudu mbok tepakna neng awakmu dewe”. Petuah ini saya praktekkan sampai kini dan hasilnya cukup bagus.
Membuat humor segar paling mudah adalah apabila kita menceritakan kekonyolan, kekurangan dan kegagalan kita sendiri. Bila saya menceritakan kegagalan saya mati-matian berlatih menyanyi yang akhirnya cuma ditertawakan pasien-pasien saya penyandang skizofrenia, padahal mereka mengajari saya menyanyi dengan nada suara yang pas dan gaya mirip artis, tentu membikin tawa segar siapapun yang mendengarnya. Juga bila saya ceritakan bagaimana saya pergi bersama istri ke mall dan pulang sendiri karena lupa dan istri ketinggalan di mall.
Humor-humor demikian menyehatkan, karena membuat kita bisa “mengambil jarak” atau “distansi” dengan kehidupan kita sendiri. Dengan keseriusan atau kerja keras dan usaha-usaha kita setiap hari. Dengan “distansi” kita bisa melihat kekonyolan kita sendiri, memberi kesegaran yang meredakan ketegangan dan stres akibat tekanan kehidupan.
Bukan berarti kita harus menjalani hidup ini sebagai dagelan, lelucon tanpa keseriusan dan kerja keras. Tapi dari celah-celah keseriusan dan kerja keras itu kita bisa mengambil sisi-sisi humor untuk mentertawakan diri kita sendiri. Orang yang bisa mentertawakan dirinya sendiri adalah orang yang benar-benar sehat jiwanya, tulis seorang guru besar psikiatri. Memang, orang-orang dengan gangguan paranoid adalah mereka yang tidak pernah bisa mentertawakan dirinya sendiri.
Arnold Lazarus, seorang psikoterapis dunia menyarankan, berusahalah untuk membawa diri anda dengan ringan, bahkan ketika sedang mengerjakan sebuah tugas yang serius. Rasa humor yang asli memungkinkan seseorang keluar dari keruwetan mental, melawan kebosanan dan bahkan menghindari depresi.
“Tertawa gembira” adalah obat kejiwaan. Para ahli biologi telah membuat hipotesis bahwa tertawa akan menstimulasi produksi katekolamin dan endorfin di otak, mempengaruhi kadar hormon yang berhubungan dengan kegembiraan, dan mengakibatkan meningkatnya ambang toleransi terhadap rasa sakit serta menguatnya sistem kekebalan tubuh.
Tapi kita harus tetap ingat untuk menghindari lelucon mengejek orang lain yang kita sendiri tidak mau menerima ejekan seperti itu. Humor ini akan menyakitkan dan menimbulkan permusuhan. Tingkah Ny Ri diatas adalah humor bagus yang tidak menyakiti suaminya tapi bahkan langsung menyadarkannya. Lelucon yang sarkastik, sinisme, juga tidak menolong tapi sebaliknya malah menimbulkan kebencian.
Janganlah bermaksud humor dengan menceritakan kehebatan, kesuksesan, atau teman-teman kita yang tokoh-tokoh penting dan acara-acara penting yang harus kita ikuti, karena hal ini sangat memuakkan selain membosankan. Sebaliknya permainan kata-kata dapat menjadi fantastis dan sungguh menghibur, seperti misalnya “plesetan gaya dagelan Jogya” yang termashur itu. Humor yang sehat dan segar akan membikin "hidup lebih hidup". Membuat hidup bersama keluarga dan teman-teman kita lebih indah dan menyenangkan untuk dijalani.*** *
No comments:
Post a Comment